Hakim Erintuah Damanik Akui Kegagalan dan Penyesalan dalam Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

Hakim Erintuah Damanik Akui Kegagalan dan Penyesalan dalam Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025), hakim Erintuah Damanik, yang sebelumnya membebaskan Gregorius Ronald Tannur, mengungkapkan penyesalannya atas keterlibatannya dalam kasus suap. Erintuah, yang diperiksa sebagai terdakwa, menyatakan bahwa dirinya telah gagal menjadi seorang hakim yang jujur dan adil.

"Apalah gunanya saya hakim yang mengadili orang, yang saya meminta orang untuk jujur terhadap perbuatannya, namun saya tidak berlaku jujur terhadap apa yang telah saya lakukan. Saya sudah gagal jadi hakim," ucap Erintuah dengan nada penuh penyesalan.

Pengakuan ini muncul setelah Erintuah melakukan perenungan mendalam, terinspirasi dari ajaran Alkitab. Ia merasa bersalah karena telah mengkhianati prinsip-prinsip keadilan yang seharusnya ia tegakkan sebagai seorang hakim. Jaksa penuntut umum juga menggali lebih dalam mengenai penyesalan Erintuah atas penerimaan suap dalam kasus ini.

"Saya benar-benar sangat menyesal, Pak. Saya ini ibarat pelari marathon yang satu setengah tahun lagi mau pensiun. Di tengah jalan satu setengah tahun terjerembab, tidak mencapai ke finish, Pak. Bayangkan," ungkap Erintuah, menggambarkan betapa pahitnya kegagalan ini di penghujung karirnya.

Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Mangapul, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, turut menyampaikan penyesalannya. Ia merasa bahwa karirnya selama 35 tahun di lingkungan peradilan telah hancur akibat kasus ini. Mangapul mengaku siap menerima segala risiko yang akan dihadapinya.

"Kalau ditanya menyesal, ya saya menyesal sekali. Karena selama saya berkarir menjadi hakim, 25 tahun plus, eh 35 tahun hitungan saya dari mulai PNS di lingkungan Mahkamah Agung, saya terus terang aja belum pernah diperiksa oleh KY dan Bawas atau dijatuhkan sanksi. Tapi saya tetap mengutamakan apa profesionalitas saya dan integritas saya," kata Mangapul.

Kasus ini bermula ketika Ronald Tannur terjerat hukum atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald, Meirizka Widjaja, berupaya membebaskan anaknya dengan menyuap sejumlah hakim PN Surabaya. Jaksa mendakwa tiga hakim, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) untuk membebaskan Ronald Tannur.

Berikut adalah kronologi singkat kasus ini:

  • Awal Kasus: Ronald Tannur terjerat hukum atas kematian Dini Sera Afrianti.
  • Upaya Suap: Ibu Ronald, Meirizka Widjaja, menyuap hakim PN Surabaya.
  • Vonis Bebas: Ronald Tannur divonis bebas.
  • Terungkap Suap: Kasus suap terungkap.
  • Kasasi: Jaksa mengajukan kasasi.
  • Vonis MA: MA mengabulkan kasasi dan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia peradilan Indonesia, menyoroti pentingnya integritas dan kejujuran hakim dalam menegakkan keadilan.

Kasus suap ini tidak hanya mencoreng nama baik para hakim yang terlibat, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Penyesalan yang diungkapkan oleh Erintuah dan Mangapul menunjukkan bahwa mereka menyadari dampak buruk dari perbuatan mereka. Namun, penyesalan saja tidak cukup. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh hakim di Indonesia untuk selalu menjaga integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, tanpa terpengaruh oleh suap atau tekanan dari pihak manapun.