Kasus Dugaan Korupsi Gula: Jaksa Pertanyakan Peran Tom Lembong dan Koperasi TNI-Polri

Kasus Dugaan Korupsi Gula: Jaksa Pertanyakan Peran Tom Lembong dan Koperasi TNI-Polri

Sidang dugaan korupsi dalam pengadaan gula kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mempertanyakan keputusan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), yang melibatkan koperasi milik TNI dan Polri dalam upaya stabilisasi harga gula domestik. Keberatan JPU difokuskan pada penunjukan koperasi tersebut, bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk mengendalikan pasokan dan harga gula pada tahun 2016. Hal ini dianggap menyimpang dari prosedur dan mekanisme yang seharusnya dijalankan.

JPU menjabarkan kronologi yang dinilai sebagai pelanggaran hukum. Dalam dakwaan, disebutkan bahwa pada 28 Desember 2015, rapat bidang perekonomian membahas masalah ketersediaan bahan pangan pokok, termasuk gula. Rapat tersebut menyepakati agar Perum Bulog dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), keduanya BUMN, yang bertanggung jawab dalam hal tersebut. Namun, bukan kedua BUMN tersebut yang ditunjuk, melainkan koperasi-koperasi tersebut. Kegagalan ini dinilai sebagai tindakan yang memberikan celah potensial bagi terjadinya penyimpangan. Lebih lanjut, JPU menyoroti peran Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri, dan Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) dalam skema pengendalian harga gula tersebut. Penunjukan koperasi ini menjadi fokus utama keberatan JPU.

Pada April 2016, Inkoppol mengajukan surat permohonan distribusi gula, mengacu pada data yang menunjukkan kekurangan pasokan gula konsumsi dalam negeri hingga 500.000 ton. Menanggapi permohonan tersebut, Tom Lembong menyetujui permohonan operasi pasar dan impor Gula Kristal Mentah (GKM) sejumlah 200.000 ton. Proses ini kemudian berlanjut dengan kerja sama Inkoppol dengan delapan perusahaan gula rafinasi untuk impor dan distribusi gula. Delapan perusahaan tersebut adalah:

  • PT Makassar Tene (12.000 ton)
  • PT Sentra Usahatama Jaya (25.000 ton)
  • PT Medan Sugar Industry (50.000 ton)
  • PT Permata Dunia Sukses Utama (25.000 ton)
  • PT Andalan Furnindo (30.000 ton)
  • PT Dharmapala Usaha Sukses (17.500 ton)
  • PT Berkah Manis Makmur (20.000 ton)
  • PT Angels Products (20.000 ton)

JPU menekankan bahwa proses persetujuan impor GKM dilakukan tanpa melalui mekanisme Rapat Koordinasi antar Kementerian dan rekomendasi Kementerian Perindustrian, sebagaimana mestinya. Akibatnya, terjadi perbedaan pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) antara GKM dan Gula Kristal Putih (GKP) yang telah diimpor, sehingga negara mengalami kerugian finansial yang signifikan, mencapai Rp 97.043.970.361,16. Total kerugian negara akibat tindakan ini, menurut JPU, mencapai Rp 578 miliar. Sejumlah pihak juga diduga telah diuntungkan secara finansial dari skema ini, termasuk Direktur Utama PT Angels Products yang mendapatkan keuntungan sebesar Rp 144.113.226.287,05.

Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sidang akan terus berlanjut untuk mengungkap secara rinci dan menyeluruh dugaan korupsi dalam pengadaan dan stabilisasi harga gula ini.