Indonesia Tempuh Jalur Diplomasi Hadapi Tarif Impor AS, Siapkan Paket Negosiasi Komprehensif
Indonesia Siapkan Strategi Negosiasi untuk Atasi Tarif Impor AS
Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan serangkaian langkah strategis dalam menghadapi kebijakan tarif impor resiprokal sebesar 32% yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Alih-alih mengambil langkah retaliasi dengan mengenakan tarif balasan, Indonesia memilih jalur diplomasi dan negosiasi yang konstruktif. Keputusan ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya kemitraan strategis antara Indonesia dan Amerika Serikat.
"Indonesia memilih jalur negosiasi karena Amerika merupakan mitra strategis," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sebuah acara di Jakarta. Ia menambahkan bahwa pemerintah berupaya merevitalisasi perjanjian perdagangan dan investasi melalui Trade and Investment Framework Agreement (TIFA), yang terakhir kali dibahas pada tahun 1996.
Surat Permohonan Negosiasi Telah Dikirim
Pemerintah Indonesia telah secara resmi mengirimkan surat permohonan negosiasi kepada pemerintah AS. Duta Besar Indonesia untuk AS juga telah melakukan pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) untuk membahas isu ini lebih lanjut. Respon positif ditunjukkan oleh pihak AS dengan permintaan pertemuan lanjutan dari Duta Besar AS untuk Indonesia.
Poin-Poin Strategis dalam Paket Negosiasi
Dalam upaya merumuskan posisi negosiasi yang kuat, pemerintah telah melibatkan lebih dari 100 asosiasi pengusaha untuk menjaring masukan dan membahas dampak dari kebijakan tarif AS. Beberapa poin kunci yang akan ditawarkan dalam paket negosiasi meliputi:
- Peningkatan Volume Impor Produk AS: Indonesia akan berupaya meningkatkan volume impor produk-produk unggulan AS, terutama yang selama ini telah menjadi komoditas impor utama seperti gandum, kapas, dan minyak dan gas (migas).
- Fokus pada Produk Unggulan: Indonesia akan memperbesar volume impor dari produk yang masuk dalam daftar 10 teratas dari AS, termasuk elektronik, furnitur kayu, sepatu, tembaga, dan emas. Selain itu, impor produk semikonduktor juga akan menjadi perhatian.
- Insentif Fiskal dan Non-Fiskal: Pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan insentif fiskal dan non-fiskal berupa keringanan bea masuk dan berbagai pungutan perpajakan untuk produk-produk tertentu dari AS. Meskipun demikian, pemerintah menekankan bahwa tarif yang berlaku saat ini sudah relatif rendah.
- Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs): Indonesia akan mengevaluasi dan meregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk sektor ICT dari AS, seperti General Electric (GE), Apple, Oracle, dan Microsoft. Evaluasi larangan terbatas (lartas) dan percepatan sertifikasi halal juga menjadi bagian dari upaya ini.
Airlangga Hartarto menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan neraca perdagangan antara kedua negara. Arahan Presiden Prabowo Subianto menekankan perlunya peningkatan impor produk dari AS, terutama komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri seperti soybean dan gandum. Pemerintah juga akan mendelegasikan tiga menteri utama, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Sugiono, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, untuk bertemu dengan otoritas AS guna membahas relaksasi tarif impor.
Harapan dan Tantangan
Upaya negosiasi ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa tantangan yang dihadapi cukup besar, namun optimis bahwa dengan pendekatan yang konstruktif dan komprehensif, kesepakatan yang adil dan berkelanjutan dapat dicapai.
Perkembangan lebih lanjut mengenai upaya negosiasi ini akan terus dipantau dan diinformasikan kepada publik. Diskusi mendalam mengenai isu ini dapat disaksikan dalam program Detik Pagi edisi Rabu, 9 April 2025.