RI Siapkan Strategi Diplomasi Hadapi Kebijakan Tarif AS: Revitalisasi TIFA Jadi Andalan

Indonesia Intensifkan Diplomasi Hadapi Potensi Perang Tarif dengan Amerika Serikat

Jakarta, Indonesia – Di tengah kekosongan posisi Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat, pemerintah Indonesia mengambil langkah proaktif dalam menghadapi potensi kebijakan tarif balasan (resiprokal) yang mungkin diterapkan oleh AS. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menegaskan bahwa operasional Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington D.C. tetap berjalan normal di bawah kepemimpinan Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI), sembari mempersiapkan serangkaian strategi negosiasi yang komprehensif.

Juru Bicara Kemlu, Roy Soemirat, menyampaikan bahwa kekosongan posisi Duta Besar tidak menghalangi proses diplomasi. "Mekanisme tetap berjalan, KBRI akan dipimpin oleh KUAI. Negosiasi tidak selalu dilakukan di tingkat tinggi, banyak pertemuan teknis yang bisa dioptimalkan," ujarnya.

Menyikapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan bahwa diplomasi menjadi pilihan utama untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan. Indonesia berupaya menghindari langkah-langkah retaliasi dan memilih pendekatan konstruktif melalui perundingan.

Strategi Negosiasi yang Disiapkan Pemerintah:

Pemerintah Indonesia telah menyiapkan beberapa paket negosiasi, antara lain:

  • Revitalisasi Trade & Investment Framework Agreement (TIFA): Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1996 ini dinilai perlu diperbarui agar relevan dengan isu-isu perdagangan dan investasi terkini.
  • Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs): Pemerintah akan mengusulkan relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta mengevaluasi pembatasan ekspor-impor.
  • Peningkatan Impor dan Investasi dari AS: Indonesia berencana meningkatkan impor migas dari AS sebagai bagian dari paket negosiasi.
  • Insentif Fiskal dan Non-Fiskal: Pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif seperti penurunan bea masuk, PPh impor, dan PPN impor untuk mendorong impor dari AS dan menjaga daya saing ekspor Indonesia.

Koordinasi dengan Negara ASEAN:

Sebagai bagian dari upaya kolektif, Indonesia akan mengadakan pertemuan dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025. Pertemuan ini bertujuan untuk menyelaraskan sikap dan strategi bersama dalam menghadapi potensi kebijakan tarif AS. Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa komunikasi intensif telah dilakukan dengan menteri perdagangan dari Malaysia, Singapura, Kamboja, dan negara ASEAN lainnya untuk mengkalibrasi sikap bersama.

Fokus pada Peningkatan Neraca Perdagangan:

Pemerintah juga menyoroti potensi peningkatan neraca perdagangan dengan AS. Dengan nilai ekspor-impor mencapai 18 miliar dolar AS, Indonesia melihat peluang untuk meningkatkan impor produk-produk dari AS seperti gandum, katun, dan migas.

Langkah-langkah diplomasi yang diambil pemerintah Indonesia ini menunjukkan komitmen untuk menjaga hubungan ekonomi yang sehat dengan AS dan mencari solusi yang konstruktif dalam menghadapi tantangan perdagangan global.