Mantan Wakil Wali Kota Palembang dan Suami Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Dana PMI, Ditahan!

Mantan Wakil Wali Kota Palembang dan Suami Jadi Tersangka Korupsi Dana PMI

Kejaksaan Negeri Palembang telah menetapkan mantan Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, dan suaminya, Dedi Sipriyanto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan dana biaya pengganti darah di Palang Merah Indonesia (PMI) Palembang periode 2020-2023. Penetapan ini menandai babak baru dalam penegakan hukum di wilayah tersebut, khususnya terkait pengelolaan dana publik.

Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin, mengungkapkan bahwa penetapan status tersangka didasarkan pada bukti yang cukup, yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana pengganti biaya pengolahan darah. Modus operandi yang terendus adalah penggunaan dana yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara. Saat ini, kedua tersangka telah ditahan untuk 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.

"Modusnya adalah bermula adanya penyalahgunaan pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah, diduga penggunaan tidak sesuai ketentuan yang menyebabkan kerugian negara," ujar Hutamrin kepada awak media.

Besaran kerugian negara akibat dugaan korupsi ini masih dalam proses penghitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pihak kejaksaan menekankan bahwa kedua tersangka memiliki peran aktif dalam pengelolaan dana tersebut, yang diduga kuat tidak sesuai dengan peruntukannya.

Penjelasan Tersangka dan Bantahan Kerugian Negara

Menanggapi penetapan dirinya sebagai tersangka, Fitrianti Agustinda membantah adanya kerugian negara dalam pengelolaan dana hibah PMI. Ia mengklaim bahwa dana hibah tersebut telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak ditemukan adanya indikasi kerugian negara. Bantahan ini tentu akan menjadi bagian dari proses pembuktian di pengadilan nanti.

"Tolong dicatat ya, dana hibah sudah diperiksa oleh BPK dan tidak ada kerugian negara. Sedangkan BPBD tidak ada dana hibah," tegas Fitrianti.

Pasal yang Dijerat dan Ancaman Hukuman

Akibat perbuatan yang diduga melanggar hukum tersebut, Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto dijerat dengan pasal berlapis terkait tindak pidana korupsi. Pasal-pasal yang dikenakan meliputi:

  • Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
  • Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001. Tentang perubahan atas undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Ancaman hukuman maksimal untuk pasal-pasal ini adalah pidana penjara selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar. Proses hukum selanjutnya akan menentukan apakah keduanya terbukti bersalah dan seberapa besar hukuman yang akan dijatuhkan.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi pengingat bagi para pejabat publik untuk selalu bertindak transparan dan akuntabel dalam mengelola dana publik. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di masa depan.