Polemik Kuota Pendakian Rinjani: BTNGR Tekankan Pentingnya Kajian Ilmiah di Tengah Tuntutan Pelaku Wisata

Polemik Kuota Pendakian Rinjani: BTNGR Tekankan Pentingnya Kajian Ilmiah di Tengah Tuntutan Pelaku Wisata

MATARAM, NTB – Pembatasan kuota pendakian Gunung Rinjani, yang memicu gelombang protes dari kalangan pelaku wisata, menjadi sorotan utama. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) menegaskan bahwa penambahan kuota harus didasarkan pada kajian ilmiah yang komprehensif, mengingat Rinjani merupakan kawasan konservasi yang kompleks.

Kepala BTNGR, Yarman, dalam pernyataannya menanggapi aksi demonstrasi ratusan pelaku wisata, tour organizer (TO), dan porter, menyampaikan bahwa pihaknya tidak menolak usulan penambahan kuota. Namun, ia menekankan bahwa keputusan tersebut tidak bisa diambil secara gegabah. “Saya sampaikan saya tidak alergi kuota juga, tetapi penambahan kuota itu berdasarkan kajian, tidak bisa dilakukan bebas-bebas begitu, karena kita tahu ini kawasan (Rinjani) adalah kawasan konservasi. Kita tidak mengatur tentang pariwisata saja, tetapi mengatur tentang ekosistem dan keberadaan masyarakat lokal juga,” ujar Yarman.

BTNGR membuka ruang dialog dengan pelaku pariwisata di wilayah Sebaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, untuk membahas persoalan dan tuntutan terkait kuota pendakian. Pihaknya juga bersedia menjembatani proses kajian penambahan kuota, yang akan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung Rinjani. Yarman mengingatkan bahwa kapasitas Rinjani memiliki batasan, dan jumlah pendaki tidak bisa dipaksakan melebihi daya tampung yang ada.

“Masa' kita mau paksakan. Seandainya kuotanya 10 orang, kita paksakan 20 atau 30?,” tanya Yarman, menekankan pentingnya menjaga kelestarian Rinjani.

BTNGR memandang pendakian Rinjani bukan sekadar aktivitas rekreasi biasa. Rinjani adalah lingkungan ekstrem yang membutuhkan kesiapan fisik dan mental dari para pendaki. Pihaknya ingin menjaga kualitas pendakian dan menghindari menjadikan Rinjani sebagai “pasar” pariwisata massal.

Di sisi lain, Ketua Asosiasi Tracing Organizer Senaru (ATOS), Munawir, menyampaikan tuntutan agar BTNGR bersikap adil dalam pembagian kuota pendakian. ATOS menuntut penambahan kuota untuk pintu masuk Senaru, bukan pengurangan seperti yang terjadi saat ini. Sebelumnya, Senaru memiliki kuota 240 pendaki per hari dengan komposisi 60% mancanegara dan 40% lokal. Namun, kuota tersebut kini dibatasi menjadi 150 per hari. Kebijakan ini dinilai merugikan masyarakat lokal, TO, porter, dan pelaku wisata di sekitar Rinjani wilayah Senaru.

Munawir mendesak BTNGR untuk mengevaluasi pemberlakuan kuota, khususnya untuk pintu masuk Senaru. Mereka juga meminta BTNGR melibatkan masyarakat adat dalam setiap pengambilan keputusan atau kebijakan yang berdampak pada kawasan Rinjani.

Poin-poin tuntutan pelaku wisata:

  • Evaluasi kuota pendakian Rinjani, terutama pintu masuk Senaru.
  • Penambahan kuota pendakian untuk pintu masuk Senaru.
  • Keterlibatan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan terkait Rinjani.
  • Transparansi dan keadilan dalam pembagian kuota pendakian.

Polemik kuota pendakian Rinjani ini mencerminkan kompleksitas pengelolaan kawasan konservasi yang melibatkan berbagai kepentingan. BTNGR berada di tengah-tengah antara menjaga kelestarian lingkungan dan mengakomodasi kebutuhan ekonomi masyarakat lokal. Solusi yang adil dan berkelanjutan membutuhkan dialog konstruktif, kajian ilmiah yang akurat, dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.

Perlu adanya keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggung jawab. Rinjani adalah aset berharga yang harus dijaga kelestariannya untuk generasi mendatang, namun juga menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar. Kebijakan yang bijaksana akan mampu menciptakan harmoni antara alam dan manusia.