Ancaman Tarif Impor Trump Hantui Apple: Saham Terjun Bebas ke Titik Terendah 2025

Saham Apple Terperosok Akibat Kebijakan Tarif Impor Trump yang Agresif

Kabar kurang sedap menghampiri raksasa teknologi Apple. Saham perusahaan berlogo apel itu mengalami penurunan tajam, mencapai titik terendah sepanjang tahun 2025, setelah pemerintahan Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif impor yang sangat tinggi terhadap produk-produk asal China. Kebijakan ini sontak memicu kekhawatiran mendalam di kalangan investor, terutama mengingat ketergantungan Apple yang signifikan pada rantai pasokan dan manufaktur di China.

Pada hari Selasa, 8 April 2025, saham Apple anjlok hampir 5 persen, mencerminkan respons pasar terhadap potensi dampak negatif dari tarif impor baru yang mencapai 104 persen. Kenaikan tarif ini merupakan eskalasi dari kebijakan sebelumnya yang diumumkan Trump pada 2 April, yang telah membebani saham Apple. Kala itu, Trump mengumumkan pengenaan tarif sebesar 34 persen di atas pajak 20 persen yang sudah berlaku, sehingga total tarif menjadi 54 persen. Pengumuman ini menyusul pidato yang disebut sebagai Liberation Day.

Reaksi Pasar dan Analisis

Sebelum pengumuman tarif pertama, saham Apple diperdagangkan pada level 221,14 dollar AS pada tanggal 2 April. Namun, sentimen negatif dengan cepat menyeret harga saham turun menjadi 176,45 dollar AS pada tanggal 7 April. Tekanan semakin meningkat setelah Trump kembali mengancam melalui postingan di Truth Sosial pada hari Senin, 7 April 2025. Trump mengindikasikan akan menambah beban tarif sebesar 50 persen lagi jika China tidak mencabut pajak impor balasan sebesar 34 persen yang diberlakukan pada produk-produk AS. Kebijakan terbaru ini secara efektif meningkatkan total tarif impor untuk barang-barang China yang masuk ke AS menjadi 104 persen, yang mulai berlaku pada Rabu, 9 April 2025.

Awalnya, saham Apple sempat menunjukkan tanda-tanda pemulihan, dibuka pada angka 186,73 dollar AS dan sempat naik hingga 190,34 dollar AS pada Selasa pagi. Namun, momentum positif ini tidak bertahan lama. Pengumuman resmi mengenai tarif baru dari Gedung Putih memicu aksi jual massal, yang mengakibatkan saham Apple merosot tajam dan ditutup melemah 4,98 persen pada level 172,42 dollar AS pada sesi perdagangan Selasa. Penurunan ini menandai titik terendah harga saham Apple sepanjang tahun 2025. Secara year-to-date (dari awal tahun 2025 hingga 8 April), saham Apple telah kehilangan 31,15 persen nilainya. Sementara itu, sejak pengumuman tarif pertama pada 2 April, saham Apple telah anjlok sebesar 22,03 persen.

Dilema Rantai Pasokan Apple

Salah satu kekhawatiran utama yang dihadapi Apple adalah ketergantungannya pada China untuk manufaktur iPhone. Setelah perakitan di China, iPhone diimpor kembali ke Amerika Serikat. Dengan tarif impor sebesar 104 persen, secara teoritis, Apple akan terkena dampak langsung dari biaya impor yang sangat tinggi. Belum jelas bagaimana Apple berencana untuk mengatasi kenaikan tarif ini.

Di masa jabatan pertamanya, Trump juga memberlakukan tarif impor, tetapi memberikan pengecualian untuk beberapa produk Apple. Namun, hingga saat ini, belum ada indikasi apakah pengecualian serupa akan diberikan dalam kebijakan tarif yang baru.

Seruan untuk Produksi Domestik

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menegaskan bahwa Presiden Trump meyakini Amerika Serikat memiliki tenaga kerja dan sumber daya yang memadai untuk memindahkan produksi iPhone ke dalam negeri. Namun, analis dari Wedbush Securities, Dan Ives, berpendapat bahwa proses pemindahan rantai pasokan akan memakan waktu bertahun-tahun dan menyebabkan harga iPhone melonjak secara signifikan. Wedbush memperkirakan bahwa dibutuhkan waktu 3 tahun dan investasi sebesar 30 miliar dollar AS untuk memindahkan bahkan hanya 10 persen dari rantai pasokan Apple dari Asia ke AS, dan proses ini akan menimbulkan gangguan besar.

"Jika konsumen menginginkan iPhone seharga 3.500 dollar AS (sekitar Rp 56 juta), silakan buat di New Jersey atau Texas," tulis Ives dalam catatan investor pada tanggal 3 April. Ives menekankan bahwa konsep membuat iPhone di AS dengan harga 1.000 dollar AS tidak realistis. Harga akan melonjak drastis dan margin keuntungan Apple bisa terpukul sangat parah dalam perang tarif ini.