Eskalasi Perang Tarif AS-China Tekan Rupiah: Sentuh Level Krisis Rp 16.938 per Dolar AS

Rupiah Tertekan Sentimen Negatif Perang Tarif Global

Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan pada perdagangan Rabu (9/4/2025), melanjutkan tren pelemahan yang dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap eskalasi perang tarif antara AS dan China. Pada pembukaan perdagangan spot, rupiah menyentuh level Rp 16.938 per dolar AS, merosot 47 poin atau 0,28 persen dibandingkan posisi sebelumnya.

Analis pasar uang, Ariston Tjendra, dari PT Doo Financial Futures, menjelaskan bahwa penerapan tarif impor yang agresif oleh AS terhadap berbagai negara, khususnya China, menjadi katalis utama sentimen negatif yang membebani rupiah. Langkah balasan dari China dengan menerapkan tarif serupa semakin memperburuk situasi dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global.

"Rupiah dibuka melemah hari ini, masih terpengaruh oleh isu perang tarif yang memanas karena China melakukan pembalasan dan tarif terhadap barang impor China malah dinaikkan (oleh AS)," ungkap Ariston.

Kekhawatiran investor terhadap dampak perang tarif terhadap pertumbuhan ekonomi global terus membayangi pasar. Potensi gangguan pada rantai pasokan global, penurunan volume perdagangan internasional, dan inflasi yang lebih tinggi menjadi momok yang menekan sentimen risiko dan mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman (safe haven), seperti dolar AS.

Ariston memperkirakan bahwa tekanan terhadap rupiah masih akan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan. Level resisten terdekat rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp 16.900 per dolar AS. Secara keseluruhan, ia memprediksi pergerakan rupiah akan berada dalam rentang Rp 16.750 hingga Rp 16.950 per dolar AS.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rupiah:

Beberapa faktor kunci yang mempengaruhi pergerakan rupiah saat ini meliputi:

  • Eskalasi Perang Tarif AS-China: Kebijakan tarif yang saling balas antara AS dan China menciptakan ketidakpastian dan meningkatkan risiko global.
  • Sentimen Risiko Global: Kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global dan stabilitas keuangan memicu penghindaran risiko dan mendorong permintaan terhadap aset safe haven.
  • Kebijakan Moneter Bank Sentral: Keputusan suku bunga dan kebijakan moneter lainnya oleh bank sentral di seluruh dunia dapat mempengaruhi aliran modal dan nilai tukar mata uang.
  • Data Ekonomi Domestik: Rilis data ekonomi seperti inflasi, pertumbuhan PDB, dan neraca perdagangan dapat memberikan indikasi tentang kesehatan ekonomi Indonesia dan mempengaruhi kepercayaan investor.

Implikasi bagi Ekonomi Indonesia

Pelemahan rupiah dapat memiliki implikasi yang signifikan bagi ekonomi Indonesia. Di satu sisi, depresiasi rupiah dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia dan mendorong pertumbuhan sektor manufaktur. Namun, di sisi lain, pelemahan rupiah juga dapat meningkatkan biaya impor, yang dapat memicu inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam denominasi dolar AS juga akan menghadapi beban yang lebih berat.

Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas rupiah dan meminimalkan dampak negatif dari gejolak pasar global. Koordinasi kebijakan yang erat, intervensi pasar yang terukur, dan komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar menjadi kunci untuk meredam volatilitas dan menjaga kepercayaan investor.