Rupiah Tertekan: Dolar AS Sentuh Level Krisis, Pasar Waspada

Rupiah Tertekan: Dolar AS Sentuh Level Krisis, Pasar Waspada

Jakarta – Nilai tukar rupiah kembali menghadapi tekanan berat terhadap dolar Amerika Serikat, Rabu (9/4/2025), memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar. Mata uang Garuda tersebut terperosok, mendekati level psikologis Rp 17.000 per dolar AS, sebuah angka yang mengingatkan pada periode krisis ekonomi.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan hari ini, dolar AS diperdagangkan pada level Rp 16.937, mengalami kenaikan signifikan sebesar 46,50 poin atau setara dengan 0,28%. Pergerakan ini mengindikasikan sentimen negatif terhadap rupiah di tengah ketidakpastian global dan domestik.

Pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia menunjukkan dinamika yang beragam. Secara umum, dolar AS cenderung menunjukkan penguatan terhadap mata uang negara berkembang, namun mengalami pelemahan terhadap beberapa mata uang negara maju. Berikut adalah rincian pergerakan dolar AS terhadap beberapa mata uang utama:

  • Melemah Terhadap:

    • Dolar Australia: Dolar AS melemah sebesar 0,64% terhadap dolar Australia, mencerminkan penguatan ekonomi Australia dan sentimen positif terhadap mata uangnya.
    • Pound Sterling: Mata uang Paman Sam juga melemah 0,52% terhadap pound sterling, mengindikasikan kepercayaan pasar terhadap ekonomi Inggris.
    • Euro: Euro menguat 0,57% terhadap dolar AS, didorong oleh harapan pemulihan ekonomi di zona Euro.
    • Yen Jepang: Dolar AS melemah 0,34% terhadap yen Jepang, yang sering dianggap sebagai aset safe haven di masa ketidakpastian.
    • Dolar Singapura: Dolar Singapura menguat 0,30% terhadap dolar AS, mencerminkan fundamental ekonomi Singapura yang kuat.
  • Menguat Terhadap:

    • Yuan China: Di tengah pelemahan terhadap sebagian besar mata uang utama, dolar AS justru menguat terhadap yuan China sebesar 0,13%. Hal ini bisa jadi dipicu oleh kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi China dan tensi perdagangan dengan AS.

Para analis pasar menilai, pelemahan rupiah ini dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS secara global dipicu oleh ekspektasi suku bunga tinggi yang akan bertahan lebih lama di Amerika Serikat. Selain itu, ketegangan geopolitik dan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global juga turut menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Dari sisi internal, kekhawatiran terhadap defisit transaksi berjalan dan inflasi yang masih tinggi menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diharapkan segera mengambil langkah-langkah stabilisasi untuk meredam gejolak nilai tukar dan menjaga stabilitas ekonomi.

Level Rp 17.000 per dolar AS merupakan level psikologis yang penting. Jika level ini berhasil ditembus, dikhawatirkan akan memicu panic selling dan memperparah pelemahan rupiah. Oleh karena itu, intervensi dari BI dan kebijakan fiskal yang hati-hati sangat diperlukan untuk mencegah skenario terburuk.

Pasar akan terus mencermati perkembangan situasi global dan domestik, serta respons dari pemerintah dan BI. Stabilitas nilai tukar rupiah sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat, inflasi, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.