Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Batas Penghasilan Penerima Subsidi Rumah di Jabodetabek Hingga Rp 13 Juta
Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah mengkaji ulang batasan penghasilan maksimal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berhak menerima subsidi perumahan. Langkah ini diambil sebagai upaya memperluas jangkauan program subsidi agar lebih banyak masyarakat dapat memiliki rumah layak huni, khususnya di wilayah metropolitan.
Menteri PKP, Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) telah memberikan kewenangan kepadanya untuk menetapkan batasan penghasilan MBR yang baru. Sebelumnya, batasan penghasilan untuk individu yang belum menikah adalah Rp 7 juta. Namun, setelah melalui pertimbangan dan koordinasi, diputuskan untuk menaikkan batasan tersebut menjadi Rp 12 juta bagi yang lajang dan Rp 13 juta bagi yang sudah menikah. Kebijakan ini untuk sementara hanya berlaku di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), wilayah dengan biaya hidup yang relatif tinggi.
"Tadi kesepakatan kami di Jabodetabek itu Rp 13 juta yang nikah, yang belum nikah Rp 12 juta," ujar Maruarar Sirait di Kantor Kementerian PKP, Jakarta Pusat, pada Selasa (9/4/2025). Pernyataan ini disampaikan setelah penandatanganan nota kesepahaman dengan Kementerian Komunikasi dan Digital serta BPS terkait penyediaan rumah subsidi bagi wartawan.
Kebijakan baru ini akan berlaku untuk semua kalangan pekerjaan di Jabodetabek, namun hanya dalam konteks perumahan. Kementerian PKP berencana menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) terkait penyesuaian ini pada tanggal 21 April mendatang. Permen ini akan menjadi landasan hukum bagi implementasi kebijakan baru tersebut.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widaysanti, menjelaskan bahwa standar hidup di setiap provinsi berbeda-beda. Saat ini, masyarakat diklasifikasikan sebagai MBR menggunakan standar maksimal desil 8. "Kami sudah membantu Kementerian Perumahan untuk menghitungkan kira-kira standar desil 8 di masing-masing provinsi kan berbeda. Jadi yang tadi Pak Menteri sampaikan sekitar Rp 13 juta itu kebijakannya Pak Menteri," terangnya.
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho, menambahkan bahwa persyaratan penerima program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) adalah MBR yang membeli rumah pertama. Ia menyoroti bahwa masyarakat yang mampu mencicil rumah subsidi umumnya berada pada desil 4-8. Namun, saat ini diperlukan penyesuaian untuk memastikan masyarakat di kota besar dapat mengakses rumah terjangkau.
Heru Pudyo Nugroho menekankan perlunya penyesuaian kriteria MBR, terutama bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar. "Banyak segmen MBR, terutama yang berada di kawasan kota-kota besar, yang penghasilannya sudah di atas 8 juta, tetapi mereka tidak mampu mengakses rumah murah. Kenapa? Karena harga tanahnya sudah tinggi," jelasnya. Kekhawatiran muncul bahwa banyak masyarakat perkotaan yang sebenarnya mampu mencicil rumah, namun tidak memenuhi kriteria MBR saat ini, sehingga tidak dapat mengakses program subsidi.
Implikasi Kebijakan Baru
Kenaikan batas penghasilan MBR ini diharapkan dapat memberikan dampak positif:
- Memperluas Jangkauan Subsidi: Lebih banyak masyarakat di Jabodetabek yang memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi perumahan.
- Meningkatkan Aksesibilitas: Memudahkan masyarakat perkotaan dengan penghasilan menengah untuk memiliki rumah layak huni.
- Mendorong Pertumbuhan Sektor Properti: Meningkatkan permintaan rumah subsidi dan menggairahkan sektor properti secara keseluruhan.
Namun, kebijakan ini juga perlu diimbangi dengan:
- Pengawasan yang Ketat: Memastikan subsidi tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
- Ketersediaan Rumah Subsidi yang Cukup: Pemerintah perlu memastikan ketersediaan rumah subsidi yang memadai untuk memenuhi peningkatan permintaan.
- Evaluasi Berkala: Melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas kebijakan dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Dengan implementasi yang tepat dan pengawasan yang ketat, penyesuaian batasan penghasilan MBR ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi masalah perumahan di wilayah metropolitan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah.