Eskalasi Perang Tarif AS-China Ancam Stabilitas Pasar Minyak Global

Eskalasi Perang Tarif AS-China Ancam Stabilitas Pasar Minyak Global

Kekhawatiran akan perang tarif yang semakin intensif antara Amerika Serikat dan China telah mengguncang pasar minyak global, menyebabkan penurunan harga minyak mentah secara signifikan. Ancaman tarif yang saling berbalas antara kedua negara ekonomi terbesar di dunia ini meningkatkan risiko resesi global dan mengancam permintaan minyak, memicu aksi jual besar-besaran di pasar komoditas.

Penurunan Harga Minyak Mencapai Titik Terendah

Pada perdagangan terakhir, harga minyak mentah Brent berjangka mengalami penurunan sebesar 3,39% atau US$ 2,13 menjadi US$ 60,69 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot lebih dalam, turun 3,96% atau US$ 2,36 menjadi US$ 57,22 per barel. Penurunan ini membawa harga Brent ke level terendah sejak Maret 2021 dan WTI ke level terendah sejak Februari 2021, menandakan sentimen pasar yang sangat negatif.

Pemicu Utama Penurunan: Tarif dan Kekhawatiran Resesi

Pengumuman pengenaan tarif besar-besaran oleh pemerintahan Trump terhadap produk-produk China menjadi katalis utama penurunan harga minyak. Langkah ini, yang dibalas oleh China, memicu kekhawatiran mendalam tentang perang dagang yang berkepanjangan. Perang tarif ini diperkirakan akan menghambat pertumbuhan ekonomi global, mengurangi permintaan bahan bakar, dan pada akhirnya menekan harga minyak.

Amerika Serikat berencana menerapkan tarif sebesar 104% kepada China, sebuah langkah agresif yang semakin memperburuk hubungan dagang antara kedua negara. China, di sisi lain, menolak untuk tunduk pada tekanan AS dan mengancam pembalasan, menciptakan lingkaran setan yang sulit dipecahkan.

Dampak Jangka Panjang dan Prospek Pasar

Para analis memperingatkan bahwa eskalasi perang dagang dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius bagi pasar minyak. Ye Lin, Wakil Presiden Pasar Komoditas Minyak di Rystad Energy, menyatakan bahwa perang dagang meningkatkan kekhawatiran akan resesi ekonomi global.

"Balasan agresif Tiongkok mengurangi peluang tercapainya kesepakatan cepat antara dua ekonomi terbesar dunia, yang memicu meningkatnya kekhawatiran akan resesi ekonomi di seluruh dunia," ujar Ye Lin.

Lebih lanjut, Ye Lin menambahkan bahwa pertumbuhan permintaan minyak China, yang merupakan salah satu mesin pertumbuhan utama bagi pasar minyak global, juga terancam.

"Pertumbuhan permintaan minyak Tiongkok sebesar 50.000 barel per hari hingga 100.000 barel per hari terancam jika perang dagang berlanjut lebih lama," jelasnya.

Faktor Lain yang Mempengaruhi Pasar

Selain perang tarif, prospek peningkatan pasokan minyak juga berkontribusi pada penurunan harga. Peningkatan produksi dari negara-negara di luar OPEC, seperti Amerika Serikat, menambah tekanan pada pasar dan menekan harga. Ketidakpastian geopolitik di berbagai wilayah juga turut mempengaruhi sentimen pasar.

Implikasi bagi Indonesia

Penurunan harga minyak dunia dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi Indonesia. Di satu sisi, harga bahan bakar yang lebih rendah dapat menguntungkan konsumen dan mengurangi beban subsidi energi pemerintah. Di sisi lain, penurunan pendapatan ekspor dari sektor minyak dan gas dapat mempengaruhi neraca perdagangan dan penerimaan negara.

Kesimpulan

Eskalasi perang tarif antara AS dan China telah menciptakan ketidakpastian besar di pasar minyak global. Para pelaku pasar akan terus memantau perkembangan situasi ini dengan cermat, karena dampaknya dapat dirasakan di seluruh dunia.