Kendala Pelelangan Aset Koruptor RS Arun: Kejaksaan Negeri Lhokseumawe Tunggu Penilaian KPKNL
Mandeknya Pelelangan Aset Koruptor RS Arun Lhokseumawe: Kejaksaan Negeri Lhokseumawe Menanti Penilaian KPKNL
Proses pelelangan aset milik Hariadi, terpidana kasus korupsi Rumah Sakit (RS) Arun Lhokseumawe, masih terhambat. Meskipun telah mendekam di balik jeruji besi sejak 17 Desember 2024, aset yang seharusnya digunakan untuk menutupi kekurangan pembayaran uang pengganti belum juga dieksekusi. Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe mengungkapkan kendala utama terletak pada belum adanya penilaian dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Lhokseumawe.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA), Hariadi diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 16,8 miliar. Saat ini, baru Rp 10 miliar yang berhasil disetorkan. Kekurangan sebesar Rp 6,8 miliar rencananya akan dipenuhi dari hasil penjualan aset milik terpidana.
"Kami telah menyurati KPKNL Lhokseumawe sejak Februari 2025 untuk melakukan penilaian terhadap aset-aset yang telah kami daftarkan," ujar Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Lhokseumawe, Therry Gautama, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Rabu (9/4/2025).
Therry menjelaskan bahwa proses penilaian oleh KPKNL merupakan tahapan krusial sebelum pelelangan dapat dilakukan. "Biasanya, mereka (KPKNL) akan melakukan survei terlebih dahulu untuk menentukan nilai wajar dari masing-masing aset," imbuhnya.
Setelah penilaian selesai, Kejari Lhokseumawe akan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan untuk lelang dan mengumumkan informasi lelang tersebut kepada publik. Namun, Therry mengakui bahwa nilai aset yang telah diserahkan kepada KPKNL diperkirakan tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kekurangan pembayaran uang pengganti.
"Perkiraan kami, nilai aset yang ada tidak sampai Rp 6 miliar. Oleh karena itu, kami sedang melakukan penelusuran lebih lanjut untuk mencari aset terpidana lainnya agar dapat memenuhi putusan MA," jelas Therry.
Kasi Intel Kejari Lhokseumawe tersebut berharap agar proses penilaian dan pelelangan dapat segera direalisasikan agar penanganan kasus korupsi RS Arun Lhokseumawe dapat diselesaikan secara tuntas.
"Jika seluruh aset sudah dilelang dan hasilnya diserahkan ke kas negara, maka kasus ini dapat dinyatakan selesai sepenuhnya," tegasnya.
Kasus korupsi RS Arun Lhokseumawe menyeret dua nama sebagai terpidana. Selain Hariadi yang saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Lhokseumawe, mantan Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, juga terlibat. Suaidi Yahya saat ini berstatus tahanan kota karena kondisi kesehatannya yang menurun akibat stroke berat.
Berikut adalah poin-poin penting dari berita ini:
- Kejaksaan Negeri Lhokseumawe belum bisa melelang aset Hariadi karena menunggu penilaian dari KPKNL.
- Hariadi harus membayar uang pengganti Rp 16,8 miliar, baru dibayar Rp 10 miliar.
- Kejaksaan sedang mencari aset Hariadi lainnya karena nilai aset yang ada belum mencukupi.
- Selain Hariadi, mantan Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, juga menjadi terpidana dalam kasus ini.
- Suaidi Yahya berstatus tahanan kota karena sakit stroke.
Kejaksaan Negeri Lhokseumawe terus berupaya untuk menuntaskan kasus korupsi RS Arun Lhokseumawe dengan memaksimalkan pengembalian kerugian negara melalui pelelangan aset terpidana.