Prabowo Akhiri Era Kuota Impor: Reformasi Perdagangan Internasional untuk Kemandirian Ekonomi
Prabowo Akhiri Era Kuota Impor: Reformasi Perdagangan Internasional untuk Kemandirian Ekonomi
Keputusan Presiden Prabowo untuk menghapus sistem kuota impor, khususnya untuk barang-barang yang esensial bagi kebutuhan masyarakat luas, menandai babak baru dalam kebijakan perdagangan internasional Indonesia. Langkah ini, diapresiasi oleh Ketua DPP PDI-P Said Abdullah, dipandang sebagai respons terhadap aspirasi dunia usaha dan momentum untuk reformasi menyeluruh.
Said Abdullah memaparkan enam poin penting yang menjadi fokus dalam reformasi kebijakan perdagangan internasional:
- Menjaga Keseimbangan Neraca Perdagangan: Kebijakan impor harus selaras dengan upaya menjaga surplus neraca perdagangan dan stabilitas cadangan devisa. Hal ini penting untuk memastikan ketahanan ekonomi nasional.
- Impor Sebagai Substitusi Sementara: Impor diprioritaskan hanya untuk barang-barang yang belum mampu diproduksi di dalam negeri. Pemerintah mendorong peningkatan kapasitas produksi nasional untuk mencapai kemandirian, terutama di sektor primer seperti pangan dan energi.
- Memperkuat Industri Nasional: Kebijakan impor harus mendukung pengembangan industri dalam negeri melalui peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Belajar dari pengalaman tergerusnya industri tekstil akibat serbuan impor, pemerintah berkomitmen melindungi sektor-sektor strategis lainnya.
- Diversifikasi Sumber Impor: Pemerintah dan pelaku usaha didorong untuk memperluas sumber impor dari berbagai negara guna mengurangi ketergantungan pada satu negara tertentu. Diversifikasi ini penting untuk menjaga stabilitas pasokan dan menghindari risiko yang timbul akibat kebijakan negara mitra.
- Deregulasi Impor: Deregulasi, khususnya untuk sektor pangan dan energi, bertujuan mempermudah akses masyarakat terhadap komoditas esensial dengan harga yang terjangkau. Deregulasi juga diharapkan dapat mengurangi beban ekonomi rakyat dan fiskal pemerintah.
- Optimalisasi Perjanjian FTA: Indonesia telah meratifikasi perjanjian Free Trade Agreement (FTA) dengan banyak negara. Pemerintah berupaya memanfaatkan FTA untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Penghapusan kuota impor merupakan respons langsung terhadap keluhan pengusaha mengenai praktik perburuan rente dan penyalahgunaan wewenang yang kerap terjadi dalam sistem kuota. Beberapa kasus hukum terkait penyalahgunaan kuota impor beras, daging sapi, gula kristal, dan bawang putih menjadi bukti nyata permasalahan ini.
Banggar DPR RI sejak lama mendorong pemerintah untuk beralih dari sistem kuota ke sistem tarif, yang dianggap lebih transparan, adil, dan kompetitif. Dengan sistem tarif, pemerintah juga berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari bea masuk. Namun, untuk komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pembebasan tarif tetap perlu dipertimbangkan.
Reformasi kebijakan impor ini diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif, mendorong investasi, meningkatkan daya saing produk Indonesia, dan pada akhirnya mewujudkan kemandirian ekonomi nasional.