Gubernur Jawa Barat Diberi Kewenangan Penuh Menangani Kontroversi Izin Mudik Mobil Dinas di Depok

Gubernur Jawa Barat Diberi Kewenangan Penuh Menangani Kontroversi Izin Mudik Mobil Dinas di Depok

Jakarta – Polemik terkait izin penggunaan mobil dinas untuk keperluan mudik oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Depok kini sepenuhnya berada di tangan Gubernur Jawa Barat. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya, menegaskan bahwa mekanisme penindakan terhadap kepala daerah yang melanggar aturan akan dilakukan secara berjenjang.

“Sesuai dengan regulasi yang berlaku, terdapat hierarki kewenangan dalam pemberian sanksi, termasuk teguran. Untuk kasus Bupati dan Walikota, kami menyerahkan sepenuhnya kepada pejabat pembina kepegawaian di atasnya, yaitu Bapak Gubernur. Kami mengapresiasi langkah cepat Bapak Gubernur yang telah memberikan teguran langsung kepada Walikota Depok,” ujar Bima Arya pada hari Selasa, 8 April 2025.

Dengan demikian, wewenang pemberian sanksi lebih lanjut kepada Walikota Depok, Supian Suri, diserahkan sepenuhnya kepada Gubernur Jawa Barat. “Kami mempercayakan sepenuhnya kepada Bapak Gubernur untuk melakukan pembinaan terhadap kepala daerah di wilayahnya,” imbuh Wamendagri.

Sebelumnya, Walikota Depok, Supian Suri, telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas kebijakannya yang mengizinkan ASN menggunakan mobil dinas untuk mudik Lebaran 2025. Permintaan maaf tersebut disampaikan di hadapan media setelah acara halal bihalal di Sukmajaya, Depok, pada hari yang sama.

“Saya sudah menerima teguran dari Bapak Gubernur. Saya juga telah mengirimkan surat permohonan maaf jika kebijakan yang saya ambil bertentangan dengan peraturan yang berlaku,” ungkap Supian Suri.

Ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut bukanlah bentuk penentangan terhadap pemerintah pusat, Gubernur Jawa Barat, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maupun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

Menurut Supian Suri, keputusannya dilandasi oleh rasa empati terhadap para ASN yang tidak memiliki kendaraan pribadi. “Pertimbangan utamanya adalah empati kepada mereka yang tidak memiliki mobil, dan faktanya memang demikian,” jelasnya.

Kasus ini menyoroti pentingnya kejelasan interpretasi dan penerapan aturan terkait penggunaan aset negara, serta perlunya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan. Publik menanti tindak lanjut dari Gubernur Jawa Barat terkait sanksi yang mungkin diberikan kepada Walikota Depok, sekaligus berharap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Berikut poin-poin penting dari kejadian ini:

  • Wamendagri menyerahkan penanganan kasus Walikota Depok kepada Gubernur Jawa Barat.
  • Gubernur Jawa Barat telah memberikan teguran kepada Walikota Depok.
  • Walikota Depok telah meminta maaf atas kebijakannya.
  • Kebijakan Walikota Depok didasari oleh rasa empati terhadap ASN yang tidak memiliki kendaraan pribadi.

Implikasi Potensial:

  • Peninjauan kembali aturan penggunaan aset negara oleh ASN.
  • Peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan.
  • Peningkatan pengawasan terhadap penggunaan aset negara.

Tanggapan Masyarakat:

  • Sebagian masyarakat mengkritik kebijakan Walikota Depok karena dianggap melanggar aturan.
  • Sebagian masyarakat lainnya mendukung kebijakan tersebut atas dasar kemanusiaan.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh kepala daerah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan penggunaan aset negara. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam menjalankan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.