Penolakan UU TNI: Aksi Damai Berlanjut, Warga Dirikan Tenda di Trotoar Depan Gedung DPR
Aksi Penolakan UU TNI Berlanjut di Depan Gedung DPR: Simbol Perlawanan Damai
Jakarta - Gelombang penolakan terhadap pengesahan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus bergulir. Sejumlah warga sipil yang tergabung dalam aksi damai memilih untuk bertahan dan mendirikan tenda di trotoar seberang Gerbang Pancasila, Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (9/4/2025). Aksi ini menjadi simbol perlawanan sipil terhadap kebijakan yang dianggap kontroversial.
Sejak Senin (7/4/2025), massa aksi telah mendirikan tenda sebagai bentuk protes langsung di depan Gedung DPR. Aksi ini bertujuan untuk menarik perhatian para wakil rakyat terhadap aspirasi penolakan UU TNI. Namun, pada Selasa (8/4/2025), petugas keamanan DPR memaksa massa aksi untuk memindahkan tenda mereka ke trotoar, dengan alasan mengganggu akses masuk dan keluar Gedung Parlemen.
"Ada upaya dari pengamanan DPR untuk memindahkan kami secara paksa ya. Jadi tendanya dipindahkan secara paksa di trotoar," ujar Al, salah seorang perwakilan aksi damai.
Meski dipindahkan ke trotoar, semangat para demonstran tidak surut. Mereka tetap bertahan dan menjadikan trotoar sebagai ruang ekspresi penolakan. Sejumlah warga terlihat berdiskusi, beristirahat, bahkan melakukan aktivitas kreatif seperti melukis wajah, bermain teater kecil, bernyanyi, dan membuka lapak buku. Aksi-aksi ini, menurut Al, adalah wujud kebebasan berekspresi dalam aksi damai.
"Pak Presiden (Prabowo) sendiri mengatakan bahwa aksi harus damai ya. Ini salah satu cara kami untuk mempresentasikan bahwa aksi kami itu damai," jelasnya.
Spanduk berukuran besar bertuliskan pesan-pesan penolakan juga terpampang di lokasi aksi. Salah satu spanduk bertuliskan: 'Perdamaian tidak akan lahir dari militerisme, melainkan dari keadilan,’ pesan ini menjadi ruh dari aksi damai tersebut. Tagar #CabutUUTNI dan #SupremasiSipil turut meramaikan spanduk, menjadi simbol persatuan dan tujuan dari gerakan ini.
Penolakan UU TNI: Masyarakat Sipil Suarakan Keadilan dan Supremasi Sipil
Aksi damai ini merupakan respons terhadap pengesahan Revisi UU TNI yang dinilai bermasalah oleh sejumlah kalangan. Masyarakat sipil khawatir bahwa revisi UU ini akan memperluas kewenangan TNI dan mengancam supremasi sipil. Mereka menuntut agar UU tersebut dicabut dan dikaji ulang secara transparan dan partisipatif.
Pengesahan Revisi UU TNI oleh DPR pada tanggal 20 Maret 2025 lalu menuai kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat. UU ini dianggap terburu-buru dan tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai. Hal ini memicu gelombang aksi protes di berbagai daerah, termasuk aksi damai di depan Gedung DPR ini.
Berikut poin-poin yang menjadi perhatian dalam revisi UU TNI:
- Perluasan Kewenangan TNI: Masyarakat sipil khawatir bahwa revisi UU ini akan memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada TNI dalam menangani berbagai persoalan keamanan, termasuk masalah sipil.
- Ancaman terhadap Supremasi Sipil: Revisi UU ini dinilai berpotensi mengancam supremasi sipil, yaitu prinsip bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan sipil, bukan militer.
- Kurangnya Partisipasi Publik: Proses penyusunan dan pengesahan revisi UU ini dinilai kurang transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai.
Massa aksi berharap bahwa aksi damai ini dapat membuka mata para wakil rakyat dan pemerintah untuk mendengarkan aspirasi masyarakat sipil. Mereka menyerukan agar UU TNI dicabut dan diganti dengan UU yang lebih menjamin keadilan, supremasi sipil, dan partisipasi publik.
Aksi penolakan UU TNI ini menjadi bukti bahwa masyarakat sipil memiliki kepedulian terhadap isu-isu penting yang memengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka tidak hanya diam, tetapi juga berani menyuarakan aspirasi mereka melalui aksi-aksi damai dan kreatif.