Rupiah Tertekan di Level Krisis, MPR Dorong Diversifikasi Pasar Ekspor
Rupiah Tertekan di Level Krisis, MPR Dorong Diversifikasi Pasar Ekspor
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS terus menunjukkan tren pelemahan, bahkan hampir menyentuh angka Rp 17.000. Kondisi ini memicu kekhawatiran sekaligus menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengevaluasi strategi ekonomi, khususnya dalam mendorong ekspor. Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, menekankan pentingnya memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama di luar Amerika Serikat.
"Pelemahan Rupiah seharusnya menjadi wake-up call bagi kita semua," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/4/2025). "Ini adalah kesempatan emas untuk mendongkrak ekspor ke negara-negara lain, di mana produk-produk kita akan terasa lebih terjangkau dan kompetitif." Pemerintah, lanjut Muzani, harus lebih proaktif dalam mencari dan menjalin kemitraan dagang dengan negara-negara potensial, guna mengurangi ketergantungan pada pasar AS yang saat ini tengah dilanda ketidakpastian akibat perang dagang.
Upaya Pemerintah Mencari Pasar Baru
Muzani menyoroti langkah konkret pemerintah dalam mencari alternatif pasar ekspor. Salah satunya adalah kunjungan intensif yang dilakukan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto ke sejumlah negara. "Upaya ini sangat krusial untuk membuka peluang ekspor baru dan memperluas jangkauan produk Indonesia," jelas Muzani. Kunjungan tersebut diharapkan dapat mempererat hubungan bilateral dengan negara-negara tujuan, sehingga mereka bersedia menyerap lebih banyak produk dari Indonesia.
Analis Pasar Ungkap Faktor Pemicu Pelemahan Rupiah
Pelemahan Rupiah, menurut para analis pasar, dipicu oleh beberapa faktor. Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, menyebutkan bahwa tensi perang dagang antara AS dan China menjadi katalis utama. Langkah AS menerapkan tarif impor tinggi terhadap berbagai negara memicu respon dari China, yang kemudian meningkatkan eskalasi ketidakpastian ekonomi global. "Isu perang tarif yang memanas ini menciptakan sentimen negatif terhadap mata uang negara-negara berkembang, termasuk Rupiah," kata Ariston.
Senada dengan Ariston, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, juga menyoroti dampak perang dagang terhadap pergerakan Rupiah. Menurutnya, ketidakpastian global akibat perang dagang membuat investor cenderung mencari aset yang lebih aman (safe haven), seperti Dolar AS, sehingga menekan nilai tukar Rupiah.
Prospek Rupiah ke Depan
Lukman memprediksi bahwa Rupiah masih akan berkutat di kisaran Rp 16.750 hingga Rp 16.950 per Dolar AS dalam waktu dekat. Namun, ia menekankan bahwa pergerakan Rupiah sangat dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah, di antaranya:
- Mendorong ekspor: Meningkatkan daya saing produk Indonesia dan mencari pasar-pasar baru.
- Menarik investasi asing: Menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik modal asing.
- Mengelola utang luar negeri: Memastikan utang luar negeri tetap terkendali dan tidak membebani perekonomian.
- Memperkuat fundamental ekonomi: Menjaga stabilitas harga, mengendalikan inflasi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan Rupiah dapat kembali stabil dan bahkan menguat, sehingga memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.