Indonesia Hadapi 'Dirtylateral': Strategi Diplomasi Ekonomi untuk Menangkal Dampak Tarif Resiprokal Trump

Tantangan Baru Perdagangan Global: Mengurai Dampak Tarif Resiprokal AS dan Strategi Indonesia

Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump telah memicu gelombang disrupsi dalam lanskap perdagangan global. Langkah ini, yang oleh sebagian pihak dinilai sebagai kebijakan "dirtylateral" yang inkonsisten dengan prinsip perdagangan bebas yang selama ini digaungkan AS, berpotensi menimbulkan konsekuensi signifikan bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Kebijakan ini menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara berkembang, dan dapat mempengaruhi kondisi geopolitik dunia. Disrupsi ini diprediksi dapat menyentuh angka 1% pada tahun 2025, mendorong inflasi global, dan membentuk ulang peta geo-ekonomi.

Respon Regional dan Dampak bagi ASEAN

Beberapa negara di Asia Timur, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok, telah mengambil langkah antisipatif dengan membentuk aliansi sebagai respon terhadap tarif 25% yang dikenakan AS terhadap mobil yang tidak diproduksi di Amerika. Situasi ini memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana ASEAN, sebagai sebuah entitas regional, dapat menyikapi kebijakan tarif resiprokal ini secara kolektif. Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, Vietnam, dan Kamboja, menghadapi tantangan serius akibat penerapan tarif baru, dengan Kamboja mencatatkan tarif tertinggi sebesar 49%, diikuti oleh Vietnam sebesar 46%, dan Indonesia sebesar 32%.

Dampak Ekonomi Indonesia dan Strategi Mitigasi

Kebijakan tarif resiprokal ini berpotensi melemahkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS hingga 2-3%. Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah hati-hati dan strategis untuk memitigasi dampak negatifnya. Surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada tahun 2024 tercatat sebesar US$ 31,04 miliar, terutama didorong oleh sektor non-migas yang mencapai US$ 51,44 miliar. Sementara itu, sektor migas masih mengalami defisit sebesar US$ 20,4 miliar.

Untuk menghindari fase deflasi spiral yang dapat memicu peningkatan PHK, perlambatan daya beli, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu berfokus pada pertumbuhan ekonomi endogen. Hal ini dapat dilakukan dengan menjaga daya beli kelompok menengah dan atas serta mendorong konsumsi produk lokal.

Berikut adalah langkah-langkah strategis yang dapat diimplementasikan:

  • Stimulus Sektoral: Memberikan stimulus pada sektor-sektor esensial yang bersifat padat karya.
  • Relaksasi Perpajakan: Mendorong relaksasi perpajakan untuk meringankan beban pelaku usaha.
  • Pendekatan Non-Tarif: Mengambil pendekatan kebijakan non-tarif untuk menghindari potensi retaliasi dari AS.

Mengoptimalkan Peluang di Tengah Tantangan

Pemerintah perlu secara cermat mengidentifikasi hambatan non-tarif yang dapat diterapkan pada produk-produk unggulan Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia, seperti pesawat, bahan bakar dan mineral, obat-obatan dan alat kesehatan, alat listrik dan elektronik, propana dan butana cair, kedelai, daging lembu, susu, dan jagung. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan meliputi:

  • Banned Ekspor CPO: Mengembangkan industri biodiesel di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor CPO ke AS.
  • Banned Impor Komoditas Tertentu: Menghentikan impor komoditas seperti susu, jagung, dan daging lembu, sambil menjalin kemitraan dengan negara-negara lain seperti Selandia Baru.
  • Diversifikasi Sumber Energi: Membeli produk migas dari Rusia.
  • Pengembangan Sistem Pembayaran Alternatif: Mempercepat implementasi local currency transaction, eksplorasi borderless payment, atau pembayaran dengan koin digital (Bitcoin) dengan negara-negara mitra dagang.

Memperkuat Stabilitas Rupiah dan Daya Tarik Investasi

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, pemerintah dapat memperluas sektor yang dikenakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dengan memberikan insentif seperti underlying swap, fasilitas seperti cash collateral, giro, deposit, dan tabungan dengan imbal hasil yang menarik, serta menjamin DHE tidak mengganggu gearing ratio. Reformasi birokrasi dan struktural, kemudahan layanan OSS, kepastian hukum, penurunan ICOR, dan percepatan GovTech juga krusial untuk meningkatkan kepercayaan pasar.

Mengantisipasi Dampak pada Pasar Modal dan Investasi Asing

Untuk mencegah penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pemerintah perlu mempermudah tahapan buyback emiten saham, mendorong investor domestik untuk membeli saham, dan memberikan kepastian stabilitas sistem keuangan (SSK) dengan memperbaiki strategi komunikasi di bidang ekonomi. Mengingat nilai investasi asing langsung (FDI) dari Amerika Serikat cukup signifikan, kebijakan tarif resiprokal ini berpotensi membuat perusahaan-perusahaan AS berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya PHK.

Diplomasi Ekonomi dan Diversifikasi Pasar

Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah perlu memperkuat perdagangan dengan negara-negara ASEAN dan melakukan eksplorasi ke pasar non-tradisional seperti Afrika dan Pasifik. Untuk mengantisipasi dampak penurunan penanaman modal asing (FDI), Indonesia dapat menyasar negara dengan populasi aging tinggi seperti Jepang dan Korea Selatan, serta negara-negara seperti Dubai dan negara Nordik.

Indonesia di Tengah Pusaran Perdagangan Global

Sebagai negara small open economy, Indonesia perlu mengakui pentingnya kerja sama multilateral sebagai perlindungan terhadap ekonomi domestik. Pemerintah juga diminta untuk tidak terpengaruh dengan langkah BRICS apabila melakukan retaliasi terhadap tarif resiprokal Trump. Kebijakan resiprokal Trump ini dapat dilihat sebagai blessing in disguise, yang mendorong penguatan persaudaraan dan kekerabatan di kawasan Asia untuk bersama-sama menghadapi dirtylateral yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Indonesia, sebagai pemain kunci di ASEAN, perlu mengambil langkah diplomasi ekonomi strategis dengan menggunakan ASEAN sebagai entitas untuk berdiplomasi terkait kebijakan resiprokal Trump.

Dengan strategi yang komprehensif dan terkoordinasi, Indonesia dapat mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif resiprokal AS dan memanfaatkan peluang baru untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.