Enam Narapidana Lapas Kutacane Masih Diburu: Pihak Lapas Gandeng Polda Sumut
Perburuan Intensif Enam Napi Kabur dari Lapas Kutacane Terus Berlanjut
Banda Aceh - Perburuan terhadap enam narapidana yang melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Kutacane, Aceh Tenggara, memasuki babak baru. Insiden yang terjadi menjelang waktu berbuka puasa pada 10 Maret 2025 lalu itu, hingga kini masih menyisakan pekerjaan rumah bagi pihak lapas dan kepolisian. Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Aceh, Yan Rusmanto, menegaskan bahwa tim gabungan terus melakukan pengejaran intensif.
"Sampai saat ini, keenam narapidana tersebut masih dalam status buron. Kami terus berkoordinasi dengan tim gabungan yang terdiri dari unsur pengamanan internal (pamintel) lapas, serta jajaran Polres Aceh Tenggara," ungkap Yan Rusmanto melalui pesan singkat WhatsApp, Rabu (9/4/2025).
Kepala Lapas Kelas IIB Kutacane, Andi Hasyim, menambahkan bahwa pihaknya telah menggandeng Polres Aceh Tenggara untuk mempersempit ruang gerak para narapidana yang kini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). Langkah ini diambil mengingat potensi para pelaku melarikan diri hingga ke luar provinsi.
"Kami telah berupaya maksimal bersama Polres Aceh Tenggara untuk melakukan pencarian. Namun, dengan mempertimbangkan kemungkinan para napi melarikan diri lebih jauh, kami telah meminta bantuan Polda Sumatera Utara (Sumut)," jelas Andi Hasyim.
Pihak Lapas Kutacane telah mengirimkan surat resmi kepada Kapolda Sumut, memohon bantuan dalam pencarian dan penangkapan narapidana yang diperkirakan bersembunyi atau memiliki koneksi di wilayah hukum Provinsi Sumatera Utara. Langkah ini dianggap krusial untuk mempercepat penangkapan dan mencegah potensi gangguan keamanan.
Kerusuhan dan Dampak Pelarian
Insiden pelarian massal yang melibatkan 52 narapidana ini, tidak hanya berdampak pada keamanan, tetapi juga menimbulkan kerusakan signifikan pada fasilitas lapas. Berbagai fasilitas perkantoran dan infrastruktur di dalam lapas mengalami kerusakan akibat kerusuhan yang menyertai upaya pelarian tersebut.
Diduga kuat, aksi pelarian ini dipicu oleh sejumlah permasalahan internal di dalam lapas, termasuk:
- Over kapasitas yang menyebabkan ketidaknyamanan dan potensi konflik antar narapidana.
- Tuntutan fasilitas yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak lapas, seperti permintaan "bilik asmara".
- Kondisi yang tidak kondusif saat antrean pembagian makanan berbuka puasa, yang memicu ketegangan dan kerusuhan.
Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi Ditjenpas Aceh, yang berupaya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan lapas, serta meningkatkan pengamanan dan pembinaan terhadap narapidana. Selain itu, perbaikan fasilitas yang rusak juga menjadi prioritas untuk memulihkan kondisi lapas dan memastikan keamanan serta ketertiban di dalam lingkungan tersebut.
Kasus pelarian ini menjadi momentum penting bagi evaluasi sistemik terhadap kondisi lapas di seluruh Indonesia, terutama terkait masalah over kapasitas, pemenuhan hak-hak narapidana, dan peningkatan pengamanan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Pihak berwenang diharapkan dapat segera menangkap kembali para narapidana yang masih buron dan mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.