APBN Triwulan I 2025: Defisit Terkendali di Tengah Antisipasi Ketidakpastian Global

markdown Jakarta, [Tanggal Hari Ini] - Pemerintah Indonesia melaporkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 104,2 triliun pada akhir Maret 2025, setara dengan 0,43% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa angka ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2025, yaitu 2,53% dari PDB atau sekitar Rp 616,2 triliun.

"Defisit APBN 2025 telah didesain sebesar 2,53%, sesuai dengan Undang-Undang yang telah disetujui oleh DPR. Angka ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia.

Rincian Pendapatan dan Belanja Negara

Pendapatan negara hingga akhir Maret 2025 tercatat sebesar Rp 516 triliun, atau 17,2% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 3.005 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 400,1 triliun (16,1% dari target) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 115,9 triliun (22,6% dari target).

  • Penerimaan Perpajakan:
    • Pajak: Rp 322,6 triliun (14,7% dari target)
    • Bea Cukai: Rp 77,5 triliun (25,7% dari target)

Sementara itu, belanja negara telah mencapai Rp 620,3 triliun, atau 17,1% dari target sebesar Rp 3.621,3 triliun. Belanja ini terdiri dari:

  • Belanja Pemerintah Pusat: Rp 413,2 triliun (15,3% dari target)
  • Transfer ke Daerah: Rp 207,1 triliun (22,5% dari target)

Strategi Pembiayaan dan Antisipasi Ketidakpastian Global

Pemerintah telah melakukan penarikan utang baru sebesar Rp 250 triliun pada kuartal pertama tahun 2025. Langkah ini dilakukan untuk mengamankan pembiayaan APBN dan mengantisipasi potensi gejolak ekonomi global. Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah melakukan front-loading penerbitan utang sebagai respons terhadap kebijakan ekonomi yang diperkirakan akan diambil oleh Presiden AS Donald Trump, yang berpotensi menciptakan disrupsi di pasar keuangan global.

"Kita melakukan front-loading bukan karena kekurangan dana, melainkan sebagai strategi untuk mengantisipasi ketidakpastian yang dapat memicu kenaikan biaya utang di masa depan," tegas Sri Mulyani.

Rincian pembiayaan anggaran menunjukkan bahwa sumber utama berasal dari:

  • Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto: Rp 270,4 triliun (34,8% dari pagu)
  • Pinjaman neto: Rp 12,3 triliun (9,2% dari pagu)
  • Pembiayaan non-utang: Rp 20,4 triliun (12,8% dari pagu)

Komitmen Pemerintah dalam Pengelolaan APBN

Pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola APBN secara hati-hati dan transparan. Fokus utama adalah menjaga stabilitas fiskal, mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan strategi pembiayaan yang tepat dan pengelolaan belanja yang efisien, pemerintah yakin dapat mencapai target-target pembangunan yang telah ditetapkan dalam APBN 2025.