BTNGR Tata Operasional Ojek di Rinjani: Jalur Khusus Disiapkan demi Kenyamanan Pendaki
BTNGR Siapkan Jalur Khusus Ojek di Gunung Rinjani: Solusi untuk Kenyamanan Pendaki
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) mengambil langkah proaktif dalam menata operasional ojek yang melayani pendaki di jalur Sembalun. Kepala BTNGR, Yarman, mengumumkan bahwa pihaknya akan menyiapkan jalur khusus bagi ojek yang beroperasi dari Sajang dan Bawaq Nao hingga Pos II. Inisiatif ini bertujuan untuk meminimalisir gangguan terhadap pendaki lain yang memilih untuk berjalan kaki menikmati keindahan alam Rinjani.
"Untuk ojek menuju Pos II ini kita akan buatkan jalur khusus, sebagai langkah alternatif, kita arahkan mereka menggunakan jalur khusus agar tak mengganggu pendaki yang lain," kata Yarman.
Legalisasi dan Penertiban Operasional Ojek
Yarman menjelaskan bahwa aktivitas ojek di jalur Sembalun sebenarnya sudah berlangsung lama, namun belum memiliki izin resmi. Mengingat kawasan tersebut merupakan bagian dari taman nasional, BTNGR mendorong kelompok ojek untuk mengajukan perizinan agar operasional mereka lebih tertib dan terkoordinasi. Saat ini, permohonan izin dari kelompok ojek Sajang dan Bawaq Nao sedang dalam proses.
BTNGR mencatat ada sekitar 125 tukang ojek yang tergabung dalam dua kelompok tersebut. Dengan adanya izin resmi, diharapkan operasional ojek dapat diatur sedemikian rupa sehingga tidak merusak lingkungan dan tetap mengutamakan kenyamanan para pendaki.
Prioritaskan Kenyamanan Pendaki dan Konservasi Alam
Meski mengakomodasi keberadaan ojek, BTNGR menegaskan bahwa kenyamanan pendaki yang berjalan kaki tetap menjadi prioritas utama. Jalur khusus ojek diharapkan dapat memisahkan lalu lintas kendaraan dengan jalur pendakian, sehingga mengurangi potensi gangguan dan konflik.
Reaksi Beragam dari Kalangan Pendaki
Keberadaan ojek di jalur pendakian Rinjani memicu beragam reaksi dari kalangan pendaki. Apriadi, seorang pendaki yang kerap mengunjungi Rinjani, mengaku kurang setuju dengan adanya ojek. Ia khawatir keberadaan kendaraan bermotor dapat merusak jalur pendakian, menyebabkan erosi, merusak vegetasi, serta mencemari lingkungan dengan polusi dan kebisingan. Selain itu, ia juga menyoroti potensi risiko kecelakaan yang mungkin terjadi.
Sebaliknya, Apriadi melihat sisi positif ojek dalam membantu perekonomian warga lokal dan membantu pendaki pemula yang fisiknya belum kuat. Waktu tempuh yang lebih singkat juga menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian pendaki.
Hal senada diungkapkan Jhon, seorang tour guide yang sering membawa tamu ke Rinjani. Ia merasa terganggu dengan keberadaan ojek, terutama karena dampaknya terhadap satwa liar di kawasan tersebut. Meski demikian, ia mengakui bahwa keberadaan ojek bisa menghemat waktu dan tenaga, terutama bagi pendaki pemula atau lanjut usia.
Rahmat Jayadi, seorang pendaki berpengalaman yang telah mendaki Rinjani sejak 1994, berpendapat bahwa langkah BTNGR untuk menertibkan jasa ojek dengan memberikan izin adalah solusi yang baik untuk mengantisipasi kekhawatiran para pendaki. Dengan adanya izin, jalur ojek dapat diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalur pendakian reguler. Ia juga mengakui bahwa ojek dapat membantu pendaki yang sudah tidak muda lagi.
Ojek Rinjani: Hemat Waktu, Kurang Hemat di Kantong
Rahmat menambahkan bahwa ojek di Rinjani sudah lama beroperasi, melayani rute dari pintu masuk hingga Pos II dan sebaliknya. Dengan menggunakan ojek, waktu tempuh dapat dipersingkat dari sekitar 4 jam menjadi hanya 15 menit. Namun, tarif yang dikenakan berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 200.000, sehingga tidak bisa dibilang hemat biaya.
Kesimpulan
Inisiatif BTNGR untuk menata operasional ojek di Gunung Rinjani merupakan langkah penting dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi masyarakat lokal, kenyamanan pendaki, dan konservasi alam. Dengan adanya jalur khusus dan perizinan yang jelas, diharapkan keberadaan ojek dapat memberikan manfaat bagi semua pihak tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan pengalaman pendakian.