Lumpuhnya Jalur Trans Sulawesi Akibat Banjir: Warga Tercekik Biaya Penyeberangan, Solusi Infrastruktur Mendesak
Jalur Trans Sulawesi Lumpuh Diterjang Banjir: Warga Terbebani Biaya Penyeberangan, Solusi Infrastruktur Mendesak
Banjir bandang yang melanda Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), sejak pertengahan Maret 2025, telah menyebabkan lumpuhnya ruas jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Sultra dengan Sulawesi Tengah (Sulteng). Kondisi ini menciptakan kesulitan besar bagi para pengguna jalan yang terpaksa mengeluarkan biaya tinggi untuk menyeberangi genangan air.
Dampak Banjir dan Jeritan Pengguna Jalan
Ruas jalan sepanjang 500 meter terendam banjir dengan ketinggian mencapai 2 meter, memaksa warga dan pengendara mengandalkan rakit tradisional sebagai satu-satunya cara untuk melintas. Praktik ini memicu munculnya tarif penyeberangan yang memberatkan. Rian, seorang pekerja tambang di Morowali yang hendak mudik Lebaran, mengungkapkan bahwa ia harus membayar Rp500.000 untuk menyeberangkan mobilnya. Biaya ini, meski mahal, terpaksa ia tanggung demi dapat berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. "Tidak ada jalan lain, mau naik pesawat lebih mahal lagi," ujarnya.
Ermawati, warga Kecamatan Wiwirano, juga merasakan dampak serupa. Ia harus mengeluarkan Rp100.000 untuk menyeberangkan sepeda motornya dengan rakit. "Mahal, tapi mau diapa," keluhnya.
Kondisi ini diperparah dengan insiden kendaraan yang jatuh dari rakit saat melintasi genangan, menambah risiko dan kerugian bagi pengguna jalan.
Respons Pemerintah dan Upaya Penanganan
Merespons situasi darurat ini, Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Ridwan Bae, melakukan kunjungan langsung ke lokasi banjir. Ia menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur vital yang terdampak. Solusi yang diusulkan meliputi pembangunan jalan layang dan jembatan Bailey.
"Kita tetap upayakan agar proyek ini bisa diprioritaskan tahun ini," tegas Ridwan. Ia berjanji akan melobi Kementerian PUPR agar proyek ini masuk dalam prioritas pembangunan nasional. Ridwan juga menekankan pentingnya penanganan hulu, seperti penghijauan, untuk mencegah banjir berulang.
Solusi Jangka Panjang dan Pendek
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sultra, Yudi Hardiana, menyatakan bahwa desain jalan layang sepanjang 745 meter telah disiapkan dengan estimasi anggaran Rp60 miliar. Proyek ini akan dilaksanakan melalui tiga tahapan. Sebagai solusi jangka pendek, BPJN menyiapkan unit jembatan Bailey yang dapat dirakit cepat.
Bupati Konawe Utara, Ikbar, menjelaskan bahwa banjir disebabkan oleh meluapnya Sungai Lalindu dan Sungai Landawe. Ia menyebut bahwa banjir di wilayah tersebut terjadi hampir setiap lima tahun. Pemkab Konawe Utara juga mengusulkan pembangunan kolam retensi di Kecamatan Oheo sebagai solusi jangka panjang pengendalian banjir.
Kendala Regulasi dan Koordinasi
Upaya Pemkab untuk melakukan intervensi sungai terkendala regulasi, khususnya UU Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pemekaran Konawe Utara yang telah dibatalkan melalui Permendagri Nomor 45 Tahun 2010.
Ridwan Bae berharap adanya kolaborasi antara Pemkab Konawe Utara dan Pemprov Sultra untuk mempercepat proses pembangunan jembatan layang agar mobilitas masyarakat kembali normal. Kolaborasi ini dipandang krusial untuk mengatasi kendala birokrasi dan mempercepat realisasi proyek.
Daftar Solusi Infrastruktur
- Pembangunan jalan layang
- Pembangunan jembatan Bailey
- Pembangunan kolam retensi
- Penghijauan hulu sungai
Kesimpulan
Lumpuhnya jalur Trans Sulawesi akibat banjir telah memicu krisis transportasi dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Biaya penyeberangan yang tinggi menjadi beban tambahan, sementara aktivitas ekonomi terhambat. Pemerintah pusat dan daerah perlu berkoordinasi secara efektif untuk merealisasikan solusi infrastruktur jangka panjang, seperti pembangunan jalan layang dan kolam retensi, serta penanganan hulu sungai untuk mencegah banjir berulang. Sementara itu, penyediaan jembatan Bailey sebagai solusi sementara dapat meringankan beban masyarakat dalam waktu dekat.