Eskalasi Perang Dagang: Tiongkok Respon Keras Tarif AS dengan Kenaikan Impor Signifikan

Tiongkok Tingkatkan Tarif Impor dari AS sebagai Balasan atas Kebijakan Trump

NEW YORK - Tiongkok mengambil langkah tegas dalam merespons kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Sebagai balasan, Tiongkok mengumumkan kenaikan tarif impor yang signifikan terhadap produk-produk asal Amerika Serikat, mencapai 84 persen. Tindakan ini semakin memperburuk ketegangan perdagangan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

Pengumuman yang dikeluarkan oleh Kantor Komisi Tarif Dewan Negara Tiongkok pada hari Rabu (9/4/2025) menyatakan bahwa tarif impor atas barang-barang AS akan melonjak dari 34 persen menjadi 84 persen, efektif mulai Kamis (10/4/2025). Langkah ini merupakan respons langsung terhadap kenaikan tarif AS terhadap barang-barang Tiongkok yang telah diberlakukan mulai tengah malam sebelumnya.

Kenaikan tarif yang saling berbalas ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai dampak negatifnya terhadap perdagangan global. Perang dagang yang berkepanjangan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inflasi, dan mengurangi keuntungan perusahaan. Investor di seluruh dunia telah menunjukkan kekhawatiran mereka dengan melakukan aksi jual di pasar saham pada April 2025.

Dampak Perdagangan dan Reaksi AS

Menurut data dari Kantor Perwakilan Dagang AS, nilai ekspor barang AS ke Tiongkok pada tahun 2024 mencapai 143,5 miliar dollar AS, sementara impor produk dari Tiongkok mencapai 438,9 miliar dollar AS. Kenaikan tarif ini akan berdampak signifikan pada volume perdagangan antara kedua negara, yang berpotensi merugikan bisnis dan konsumen di kedua belah pihak.

Pemerintahan Trump telah mengeluarkan peringatan kepada negara-negara lain untuk tidak melakukan tindakan balasan terhadap kebijakan tarif AS. Meskipun beberapa negara, seperti Jepang, tampaknya bersedia untuk bernegosiasi mengenai tarif, Tiongkok mengambil sikap yang lebih tegas dan segera mengumumkan tarif balasan.

Setelah tanggapan awal Tiongkok terhadap penerapan tarif pada 2 April 2025, Trump mengumumkan kenaikan tambahan sebesar 50 persen, sehingga total tarif impor untuk barang-barang dari Tiongkok menjadi 104 persen. Tindakan ini semakin memperburuk situasi dan menunjukkan bahwa kedua belah pihak tidak bersedia untuk berkompromi.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan kekecewaannya atas tindakan Tiongkok. Dalam wawancara dengan Fox Business, Bessent mengatakan bahwa "Sangat disayangkan bahwa Tiongkok sebenarnya tidak ingin datang dan bernegosiasi, karena mereka adalah pelanggar terburuk dalam sistem perdagangan internasional." Dia juga menambahkan bahwa "Mereka memiliki ekonomi yang paling tidak seimbang dalam sejarah dunia modern, dan saya dapat memberi tahu Anda bahwa eskalasi ini merugikan mereka."

Latar Belakang dan Implikasi Lebih Luas

Sebelum meluncurkan kebijakan perdagangan penuhnya pada April 2025, AS telah memberlakukan tarif impor baru terhadap Tiongkok. Tiongkok, bersama dengan Kanada dan Meksiko, dikenai pungutan baru pada awal masa jabatan kedua Trump sebagai bagian dari upaya untuk menghentikan masuknya fentanil ke AS. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintahan Trump bersedia untuk menggunakan tarif sebagai alat untuk mencapai tujuan kebijakan yang lebih luas, bahkan jika itu berarti merusak hubungan perdagangan dengan mitra utama.

Perang dagang antara AS dan Tiongkok memiliki implikasi yang luas bagi ekonomi global. Selain dampak langsung pada perdagangan bilateral, ketegangan perdagangan ini juga dapat mengganggu rantai pasokan global, meningkatkan ketidakpastian ekonomi, dan mengurangi investasi. Penting bagi kedua belah pihak untuk mencari solusi yang saling menguntungkan untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan mereka dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada ekonomi global.