Kebijakan Tarif Trump: Relaksasi Global Sementara, Eskalasi dengan Tiongkok

Kebijakan Tarif Trump: Relaksasi Global Sementara, Eskalasi dengan Tiongkok

NEW YORK, KOMPAS.com - Presiden Donald Trump membuat gebrakan baru dalam kebijakan perdagangan Amerika Serikat dengan mengumumkan penurunan tarif impor menjadi 10 persen untuk sebagian besar mitra dagang AS. Keputusan yang berlaku selama 90 hari ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi negosiasi perdagangan yang lebih konstruktif dengan negara-negara tersebut.

Langkah ini diumumkan hanya beberapa jam setelah penerapan tarif impor baru yang lebih tinggi, atau tarif resiprokal, terhadap barang-barang dari hampir 90 negara. Keputusan ini sontak menimbulkan kebingungan dan spekulasi di kalangan pelaku ekonomi global.

Namun, di tengah relaksasi tarif secara global, Trump justru mengambil langkah yang berlawanan terhadap Tiongkok. Melalui unggahan di media sosial, ia mengumumkan kenaikan tarif impor dari Tiongkok menjadi 125 persen, yang berlaku seketika. Trump menjustifikasi keputusannya dengan alasan "kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan Tiongkok terhadap Pasar Dunia."

Respon Tiongkok dan Reaksi Global

Sebelumnya, Tiongkok, sebagai mitra dagang terbesar ketiga AS, telah menyatakan akan menaikkan tarif impor barang dari AS menjadi 84 persen sebagai balasan atas pengenaan tarif oleh Trump. Aksi balas-membalas ini semakin memperburuk tensi hubungan dagang antara kedua negara adidaya ekonomi tersebut.

Trump mengklaim bahwa lebih dari 75 negara telah menghubungi pejabat AS untuk bernegosiasi setelah pengumuman tarif barunya minggu lalu. Ketika ditanya mengenai alasan di balik keputusannya untuk menurunkan tarif, Trump menjawab kepada wartawan, "Yah, saya rasa orang-orang sedikit terlalu reaktif."

"Mereka mulai panik, kalian tahu, mereka mulai agak panik, sedikit takut," kata Trump di Gedung Putih, menggambarkan reaksi global terhadap kebijakan tarifnya.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessett, mengklaim bahwa Trump sejak awal memang berniat untuk menahan laju tarif luas yang diumumkannya minggu lalu. "Itu memang strategi beliau sejak awal," kata Bessett, meskipun para pejabat, termasuk dirinya, sebelumnya membantah bahwa tarif akan ditangguhkan.

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, melalui cuitan di media sosial, menyatakan bahwa dirinya dan Menteri Keuangan Scott Bessett duduk bersama Trump saat sang presiden menulis pengumuman tersebut di Truth Social. Ia menyebutnya sebagai "salah satu unggahan paling luar biasa selama masa kepresidenannya."

"Dunia siap bekerja sama dengan Presiden Trump untuk memperbaiki perdagangan global, namun Tiongkok memilih arah sebaliknya," tulis Lutnick.

Latar Belakang Kebijakan Tarif

Pada 2 April 2025, Trump menyatakan akan menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk impor dari lebih dari 180 negara. Kemudian, subkelompok dari 90 negara dikenai tarif resiprokal yang mulai berlaku pada 9 April 2025. Tarif tersebut berkisar dari 11 persen hingga 50 persen, termasuk Indonesia yang dikenai tarif 32 persen.

Pasar keuangan mengalami gejolak sejak Trump mengumumkan rencana tersebut, dengan Wall Street mengalami penurunan selama empat hari berturut-turut hingga hari Selasa. Ketidakpastian kebijakan tarif ini terus menjadi momok bagi investor dan pelaku bisnis di seluruh dunia. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang arah perdagangan global di bawah kepemimpinan Trump. Keputusan ini juga memicu kekhawatiran akan perang dagang yang lebih luas dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi global.