Dokter Residensi Unpad Jadi Tersangka Pemerkosaan di RSHS, Kemenkes Jatuhkan Sanksi Berat

Dokter Residensi Unpad Diduga Lakukan Kekerasan Seksual Terhadap Pasien di RSHS

Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang dokter residensi program studi (prodi) anestesi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang tengah berpraktik di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, menggemparkan dunia medis. Korban, seorang wanita yang hendak mendonorkan darah untuk ayahnya yang dirawat di ICU, diduga menjadi korban pemerkosaan oleh pelaku yang kini telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

Peristiwa ini bermula ketika korban menjalani crossmatch, sebuah prosedur penting sebelum transfusi darah untuk memastikan kecocokan antara darah donor dan penerima. Korban bermaksud mendonorkan darah kepada ayahnya yang akan menjalani operasi. Namun, setelah prosedur crossmatch, korban mengaku diberikan obat bius dan baru sadar beberapa jam kemudian. Kejanggalan muncul ketika korban merasakan sakit tidak hanya di bekas suntikan di lengan, tetapi juga di area kemaluannya. Kecurigaan mendorongnya untuk melakukan visum et repertum ke dokter spesialis kandungan dan kebidanan (SpOG), yang kemudian mengindikasikan adanya bekas sperma.

Unpad Berhentikan Status PPDS Pelaku, Kemenkes Beri Sanksi Seumur Hidup

Universitas Padjadjaran (Unpad) bertindak cepat dengan memberhentikan status peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) pelaku. Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad, Dandi Supriadi, menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah bukti-bukti yang ada menguatkan dugaan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh residen tersebut. Pemberhentian dari program PPDS berarti yang bersangkutan tidak dapat melanjutkan studi spesialisasi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, yang menaungi RSHS sebagai salah satu rumah sakit vertikal, juga mengambil langkah tegas. Direktur Kesehatan Lanjutan Kemenkes RI, Azhar Jaya, menyatakan bahwa pelaku tidak akan pernah diterima sebagai dokter di rumah sakit pemerintah, terutama RSHS. Sanksi ini bertujuan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan pasien serta pendamping pasien di seluruh rumah sakit vertikal Kemenkes. Kemenkes juga mengusulkan kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang bersangkutan, yang secara otomatis akan membuat Surat Izin Praktik (SIP) tidak berlaku. Dengan demikian, pelaku tidak dapat berpraktik sebagai dokter di manapun.

Polisi Tahan Dokter Residensi, Terancam Hukuman 12 Tahun Penjara

Polda Jawa Barat (Jabar) telah menahan pelaku, yang diketahui bernama Priguna Anugerah P. (PAP), seorang pria berusia 31 tahun. PAP ditangkap di apartemennya di Kota Bandung pada tanggal 23 Maret 2025. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawanya dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada tanggal 18 Maret 2025 dini hari.

Setibanya di gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi dan melepas pakaian dalamnya. Tersangka kemudian menusuk jarum ke tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali, menghubungkannya ke selang infus, dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban pusing dan tidak sadarkan diri. Setelah sadar, korban merasakan sakit di area kemaluan dan melaporkan kejadian tersebut kepada ibunya.

Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk infus, sarung tangan, suntikan, jarum suntik, kondom, dan obat-obatan. Tersangka dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun.

RSHS dan Unpad Berikan Pendampingan Kepada Korban

Pihak RSHS dan FK Unpad menyatakan bertanggung jawab dan memberikan pendampingan kepada korban melalui Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Mereka juga mendukung penuh proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Jabar serta berjanji untuk melindungi privasi korban dan keluarga.