Eskalasi Perang Dagang AS-China: Tarif Trump Memicu Respon Balasan Beijing

Ketegangan Perdagangan Global Meningkat: China Merespon Keras Kenaikan Tarif AS

Kebijakan tarif impor yang agresif dari Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan mantan Presiden Donald Trump, telah memicu gelombang kekhawatiran baru terkait potensi perang dagang yang lebih luas. China, sebagai salah satu target utama kebijakan tersebut, dengan cepat mengambil langkah-langkah balasan, menandai babak baru dalam perseteruan ekonomi antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Kenaikan tarif secara bertahap yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump, yang awalnya beralasan untuk menekan China terkait isu imigrasi ilegal dan peredaran fentanyl, kini telah mencapai titik eskalasi yang signifikan. Pada awalnya, Trump mengenakan tarif 10% untuk semua barang impor dari China pada bulan Februari. Kemudian, tarif tersebut digandakan menjadi 20% pada bulan berikutnya. Puncaknya, pada tanggal 2 April, Trump mengumumkan pemberlakuan tarif impor balasan sebesar 34% terhadap produk-produk China, yang mulai berlaku pada tanggal 9 April.

Sebagai respons langsung, pemerintah China memberlakukan tarif serupa sebesar 34% terhadap produk impor dari Amerika Serikat. Meskipun ada seruan dari pemerintah AS untuk membatalkan tarif tersebut dan memulai negosiasi, China tetap pada pendiriannya. Hal ini mendorong AS untuk mengambil tindakan balasan lebih lanjut dengan mengenakan tarif tambahan sebesar 50%. Akibatnya, tarif kumulatif yang dikenakan AS terhadap China mencapai 104%, terdiri dari tarif balasan 84% (50% + 34%) dan tarif 20% yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan bahwa negara-negara seperti China yang memilih untuk membalas dan mencoba menggandakan perlakuan buruk mereka terhadap pekerja Amerika telah melakukan kesalahan. Dia menegaskan bahwa Presiden Trump memiliki pendirian yang kuat dan tidak akan menyerah dalam menghadapi tantangan ini.

Respon Balasan China: Langkah Tegas Melindungi Kepentingan Nasional

Pemerintah China mengecam keras tarif yang diberlakukan oleh AS, menyebutnya sebagai kesalahan yang berulang dan berjanji untuk membalas tindakan tersebut. Sebagai respon terhadap tarif impor produk AS sebesar 34%, China memberlakukan tarif tambahan sebesar 50%, sehingga total tarif impor barang-barang AS mencapai 84%.

China merupakan sumber impor terbesar kedua bagi AS pada tahun sebelumnya, dengan total pengiriman barang senilai US$ 439 miliar ke AS. Sementara itu, AS mengekspor barang senilai US$ 144 miliar ke China. Pemberlakuan tarif secara timbal balik ini mengancam akan merugikan industri dalam negeri kedua negara dan berpotensi mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dampak Jangka Panjang dan Analisis Ekonomi

Menurut analisis dari Peterson Institute for International Economics, pada akhir masa jabatan pertama Trump, AS mengenakan tarif rata-rata sebesar 19,3% untuk barang-barang China. Pemerintahan Biden kemudian mempertahankan sebagian besar tarif Trump sambil juga menambahkan tarif tambahan, sehingga tarif rata-rata menjadi 20,8%.

Eskalasi perang dagang ini menimbulkan pertanyaan serius tentang dampaknya terhadap ekonomi global. Kenaikan tarif dapat menyebabkan harga barang menjadi lebih mahal bagi konsumen, mengganggu rantai pasokan global, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ketegangan perdagangan yang berkepanjangan dapat menciptakan ketidakpastian yang lebih besar dalam pasar global dan menghambat investasi.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Kenaikan Tarif: AS telah mengenakan tarif kumulatif sebesar 104% terhadap barang-barang China.
  • Respon Balasan China: China telah memberlakukan tarif balasan yang signifikan terhadap produk-produk AS.
  • Dampak Ekonomi: Perang dagang ini berpotensi merugikan industri dalam negeri kedua negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
  • Ketidakpastian Pasar: Ketegangan perdagangan yang berkepanjangan dapat menciptakan ketidakpastian yang lebih besar dalam pasar global.

Situasi ini terus berkembang dan memerlukan pemantauan yang cermat untuk memahami implikasi jangka panjangnya terhadap ekonomi global dan hubungan internasional.