DPR RI Desak Reformasi Pendidikan Kedokteran Pasca-Kasus Kekerasan Seksual di RSHS Bandung
Kasus Kekerasan Seksual Dokter Residensi: Momentum Reformasi Pendidikan Kedokteran
Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, menyerukan pembenahan menyeluruh dalam sistem pendidikan kedokteran Indonesia, menyusul kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FK Unpad terhadap pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Kasus ini dipandang sebagai titik nadir yang menuntut respons serius dan komprehensif dari seluruh pihak terkait.
"Kejadian ini bukan sekadar persoalan menghukum pelaku, tetapi lebih jauh lagi adalah tentang membenahi akar permasalahan dalam sistem pendidikan dan layanan kesehatan kita," tegas Ashabul Kahfi dalam keterangan persnya, Kamis (9/4/2025). Ia menekankan bahwa kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah, universitas, rumah sakit, dan masyarakat untuk bersama-sama mengevaluasi dan memperbaiki tata kelola layanan kesehatan dan pendidikan kedokteran di Indonesia.
Ashabul Kahfi menyampaikan keprihatinannya atas dampak kasus ini terhadap kepercayaan publik terhadap profesi kedokteran. Ia mengapresiasi langkah cepat dan tegas yang diambil oleh pihak universitas dan rumah sakit dalam memberhentikan pelaku dari program spesialisasi. Tindakan ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa institusi pendidikan dan kesehatan tidak akan mentolerir pelanggaran berat semacam ini.
"Kami mendukung penuh proses hukum yang adil dan transparan, serta memastikan korban mendapatkan pendampingan dan pemulihan yang memadai," imbuhnya.
Penguatan Sistem Pengawasan dan Pencegahan
Politisi PAN ini juga mendesak penguatan sistem pengawasan di rumah sakit pendidikan, dimulai dari proses seleksi masuk hingga pembinaan karakter mahasiswa. Ia menekankan pentingnya memperketat pengawasan di lapangan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
Beberapa poin penting yang diusulkan oleh Ashabul Kahfi antara lain:
- Peningkatan Seleksi: Memperketat proses seleksi masuk PPDS dengan mempertimbangkan aspek kepribadian dan rekam jejak calon peserta.
- Pembinaan Karakter: Mengintegrasikan program pembinaan karakter yang komprehensif dan berkelanjutan ke dalam kurikulum pendidikan kedokteran.
- Pelatihan Anti-Kekerasan Seksual: Mewajibkan pelatihan anti-kekerasan seksual bagi seluruh mahasiswa kedokteran sejak awal pendidikan.
- Unit Pelaporan Khusus: Mendorong setiap rumah sakit pendidikan untuk memiliki unit khusus yang berfungsi sebagai wadah aman bagi korban untuk melaporkan dugaan pelanggaran.
- Evaluasi Berkala: Melakukan evaluasi berkala terhadap sistem pengawasan dan pencegahan di rumah sakit pendidikan untuk memastikan efektivitasnya.
Kasus ini bermula dari laporan korban pada 18 Maret 2025, yang mengungkapkan bahwa dirinya disuntik hingga tidak sadarkan diri dan diperkosa oleh pelaku. Kombes Hendra Rochmawan, Kabid Humas Polda Jabar, menjelaskan bahwa pelaku ditangkap di apartemennya di Kota Bandung pada 23 Maret 2025.
Berdasarkan hasil investigasi, pelaku awalnya meminta korban untuk melakukan pengecekan darah. Kemudian, tersangka membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada dini hari. Di sana, korban diminta mengganti pakaian dengan baju operasi dan kemudian disuntik hingga tak sadarkan diri sebelum akhirnya menjadi korban kekerasan seksual.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan dan kesehatan Indonesia. Diperlukan upaya kolektif dan terstruktur untuk menciptakan lingkungan yang aman, suportif, dan bebas dari kekerasan bagi seluruh tenaga kesehatan dan pasien.