Skandal Asusila di RSHS Bandung: DPR Minta Rumah Sakit Perketat Seleksi Dokter

DPR Geram atas Kasus Pemerkosaan di RSHS, Desak Evaluasi Ketat Penerimaan Dokter

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan kemarahannya atas kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter residen anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah, terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mendesak seluruh rumah sakit di Indonesia untuk memperketat proses seleksi dan pengawasan terhadap tenaga medis, khususnya dokter residen, guna mencegah terulangnya kejadian serupa yang mencoreng dunia kesehatan.

"Kasus ini merupakan tamparan keras bagi kita semua. Rumah sakit harus segera berbenah dan menerapkan sistem seleksi yang lebih komprehensif serta pengawasan melekat terhadap seluruh staf medis," ujar Cucun dalam keterangan persnya. Cucun menekankan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan sangatlah penting dan tidak boleh dikhianati oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap tindakan kriminal semacam ini. Ia menyayangkan tindakan seorang dokter yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat, justru melakukan tindakan asusila yang sangat merugikan korban dan mencoreng profesi kedokteran.

"Seorang dokter seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan beretika. Tindakan ini jelas-jelas melanggar sumpah dokter dan nilai-nilai kemanusiaan," tegasnya.

Cucun juga menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan transparan bagi pelaku. Meskipun pelaku telah meminta maaf dan di-blacklist oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), proses hukum tetap harus berjalan untuk memberikan efek jera dan menegakkan keadilan bagi korban.

"Proses hukum harus tetap berjalan, terlepas dari sanksi administratif yang telah diberikan. Ini penting untuk memberikan keadilan bagi korban dan memberikan pesan yang jelas kepada masyarakat bahwa tindakan seperti ini tidak akan ditoleransi," kata Cucun.

Fokus pada Pemulihan Korban

Lebih lanjut, Cucun menyoroti pentingnya perlindungan dan pemulihan bagi korban. Ia meminta manajemen RSHS Bandung dan pihak Unpad untuk memberikan pendampingan psikologis dan dukungan penuh kepada korban agar dapat pulih dari trauma yang dialaminya.

"Pendampingan psikologis dan pemulihan trauma bagi korban harus menjadi prioritas utama. Korban berhak mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak agar dapat kembali menjalani hidupnya dengan normal," ujar Cucun.

Kronologi Kejadian

Kasus ini terungkap setelah korban berinisial FH (21) melaporkan kejadian yang dialaminya kepada pihak kepolisian. Insiden terjadi di lantai 7 Gedung MCHC RSHS Bandung pada pertengahan Maret 2025 lalu. Saat itu, korban sedang menunggu ayahnya yang dirawat di rumah sakit.

Pelaku mendekati korban dengan alasan akan melakukan pemeriksaan crossmatch untuk keperluan transfusi darah. Pelaku kemudian membawa korban ke lantai 7 gedung tersebut dan menyuntikkan cairan yang diduga obat bius hingga korban tidak sadarkan diri. Setelah sadar, korban merasakan sakit pada beberapa bagian tubuhnya dan kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.

Hasil visum menunjukkan adanya bukti kekerasan seksual terhadap korban. Pihak Kemenkes telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter Priguna. Sementara itu, Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi, telah melarang Priguna untuk berpraktik di rumah sakit tersebut.

Tindakan Tegas Rumah Sakit

"Kami telah mengambil tindakan tegas dengan mengeluarkan yang bersangkutan dari rumah sakit. Ini berarti dia tidak diperbolehkan lagi berpraktik di RSHS Bandung," tegas Rachim.