Kekhawatiran Industri Otomotif Nasional Mencuat Akibat Wacana Relaksasi TKDN oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Kekhawatiran Industri Otomotif Nasional Mencuat Akibat Wacana Relaksasi TKDN oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Wacana pelonggaran Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diusulkan oleh Presiden terpilih, Prabowo Subianto, menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama pengamat industri otomotif. Kekhawatiran utama adalah potensi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan kolapsnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang selama ini menjadi tulang punggung rantai pasok industri otomotif.
Yannes Pasaribu, pengamat otomotif senior dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menyampaikan analisis mendalam mengenai dampak yang mungkin timbul. Menurutnya, fleksibilitas TKDN dapat memicu ketergantungan industri otomotif pada impor komponen dari luar negeri. Hal ini, lanjut Yannes, akan secara signifikan melemahkan aktivitas manufaktur di dalam negeri.
"Instruksi Presiden Prabowo untuk membuat TKDN fleksibel akan mengguncang industri otomotif dengan menurunkan biaya produksi dan membuka pintu investasi asing, tapi juga berisiko meningkatkan ketergantungan impor jika tak dikelola secara taktis strategis," tegas Yannes.
Potensi Dampak Negatif Relaksasi TKDN
Berikut adalah beberapa potensi dampak negatif yang diungkapkan oleh Yannes Pasaribu:
- Erosi Lapangan Kerja: Impor komponen murah dalam jangka pendek mungkin menguntungkan, namun tanpa adanya riset dan pengembangan (RnD) serta kemitraan yang kuat, lapangan kerja lokal akan tergerus.
- Ketergantungan Impor: Indonesia berpotensi hanya menjadi konsumen produk impor, tanpa mengembangkan kemampuan produksi dan inovasi sendiri.
- Ancaman UMKM: Industri otomotif besar cenderung akan mengimpor komponen dari negara yang menawarkan harga lebih kompetitif, sehingga UMKM lokal akan kesulitan bersaing dan terancam gulung tikar.
- PHK Massal: Kondisi yang memburuk bagi UMKM berpotensi menyebabkan PHK massal, menambah beban ekonomi dan sosial.
Latar Belakang Wacana Relaksasi TKDN
Wacana relaksasi TKDN ini pertama kali dilontarkan Prabowo Subianto dalam sebuah forum ekonomi di Jakarta. Ia berpendapat bahwa aturan TKDN yang terlalu ketat justru membuat industri Indonesia kurang kompetitif.
"Kita harus realistis. TKDN dipaksakan ini akhirnya kita kalah kompetitif," ujarnya.
Prabowo menekankan perlunya aturan TKDN yang lebih fleksibel agar industri Indonesia dapat bersaing di pasar global. Namun, ia tidak memberikan detail spesifik mengenai perubahan yang diinginkan.
Regulasi TKDN Saat Ini
Saat ini, aturan TKDN diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 29 Tahun 2017. Regulasi ini menawarkan tiga opsi investasi sebagai syarat pemenuhan TKDN, yaitu skema manufaktur, skema aplikasi, dan skema inovasi.
TKDN diterapkan secara luas di berbagai sektor industri, termasuk otomotif, dengan tujuan meningkatkan penggunaan komponen lokal.
Target TKDN Industri Otomotif
Berdasarkan data dari CNN Indonesia, berikut adalah target TKDN untuk kendaraan roda empat:
- 2019-2021: Minimum 35 persen
- 2022-2026: Minimum 40 persen
- 2027-2029: Minimum 60 persen
- 2030: Maksimum 80 persen
Sementara itu, untuk kendaraan roda dua, target TKDN minimum adalah 40 persen pada periode 2019-2023, dan meningkat menjadi 80 persen pada tahun 2030. Prabowo menilai bahwa regulasi ini terlalu memberatkan industri dan tidak realistis.
Wacana pelonggaran TKDN ini memicu perdebatan sengit di kalangan pelaku industri dan pengamat ekonomi. Di satu sisi, fleksibilitas TKDN diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran akan dampak negatif terhadap industri lokal, lapangan kerja, dan kemandirian ekonomi nasional. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang semua aspek sebelum mengambil keputusan terkait relaksasi TKDN.