KPK Dalami Peran Mantan Direktur LPEI dalam Kasus Kredit Bermasalah Rp 11,7 Triliun
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua mantan direktur LPEI, yaitu Hadiyanto dan Robert Pakpahan, pada hari Kamis, 10 April 2025.
"Pemeriksaan dilakukan di gedung Merah Putih KPK terhadap H (Hadiyanto, mantan Direktur LPEI) dan RP (Robert Pakpahan, mantan Direktur LPEI)," ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis.
Pemeriksaan terhadap Hadiyanto dan Robert Pakpahan dilakukan dalam kapasitas mereka sebagai saksi. Penyidik KPK berupaya menggali informasi terkait proses pemberian fasilitas kredit yang diduga bermasalah di LPEI.
Kasus ini bermula dari temuan KPK terkait adanya indikasi korupsi dalam pemberian fasilitas kredit kepada sejumlah debitur oleh LPEI. Sejauh ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu:
- Newin Nugroho (NN), Direktur Utama PT Petro Energy
- Jimmy Masrin (JM), Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal merangkap Komisaris Utama PT Petro Energy
- Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD), Direktur Keuangan PT Petro Energy (telah ditahan)
- Dwi Wahyudi (DW), Direktur Pelaksana I LPEI (belum ditahan)
- Arif Setiawan (AS), Direktur Pelaksana IV LPEI (belum ditahan)
Menurut Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, LPEI telah memberikan kredit kepada 11 debitur dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 11,7 triliun. KPK terus melakukan pengembangan penyidikan untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.
Fokus penyidikan saat ini adalah untuk menentukan apakah mantan direktur LPEI tersebut mengetahui, menyetujui, atau bahkan terlibat langsung dalam proses pemberian kredit yang bermasalah tersebut. KPK juga akan menelusuri apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian dari pihak LPEI dalam melakukan verifikasi dan pengawasan terhadap penggunaan dana kredit oleh para debitur.
KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan akuntabel, serta memastikan bahwa semua pihak yang bertanggung jawab akan dibawa ke pengadilan. Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut kerugian negara yang sangat besar dan dapat berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Selain pemeriksaan terhadap para saksi, KPK juga terus mengumpulkan bukti-bukti lain, seperti dokumen-dokumen terkait pemberian kredit, transaksi keuangan, dan keterangan dari ahli. KPK juga berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk memperkuat proses penyidikan.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran bagi LPEI dan lembaga keuangan lainnya untuk lebih berhati-hati dalam memberikan fasilitas kredit dan melakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana kredit oleh para debitur. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap kegiatan operasional lembaga keuangan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Dengan penanganan yang serius dan profesional, KPK berharap dapat mengembalikan kerugian negara dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Kasus ini juga menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola keuangan negara dan meningkatkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga keuangan pemerintah.