DPR Desak DKPP Perbaiki Kinerja dan Tingkatkan Transparansi dalam Menangani Ratusan Aduan Etik Pemilu

DPR Desak DKPP Perbaiki Kinerja dan Tingkatkan Transparansi

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mendapat sorotan tajam dari Komisi II DPR RI menyusul temuan sejumlah kelemahan dalam kinerja lembaga tersebut. Hasil evaluasi kinerja DKPP periode 2022-2027, yang disampaikan dalam rapat paripurna DPR baru-baru ini, mengungkapkan perlunya peningkatan signifikan dalam berbagai aspek, khususnya dalam hal penyelesaian ratusan aduan pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang masih menumpuk. Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menekankan pentingnya evaluasi berkala dan tindak lanjut yang tegas atas temuan-temuan tersebut untuk menjaga integritas penyelenggaraan pemilu.

Komisi II menyerahkan sepuluh poin rekomendasi penting kepada DKPP. Rekomendasi tersebut didasarkan pada rapat tertutup yang dilakukan Komisi II dengan DKPP pada bulan Februari. Rekomendasi tersebut meliputi berbagai aspek perbaikan, mulai dari peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) hingga peningkatan transparansi dan efektivitas penegakan kode etik. Berikut rincian sepuluh poin rekomendasi tersebut:

  1. Peningkatan kualitas SDM DKPP: Komisi II mendorong peningkatan kualitas SDM DKPP melalui pelatihan berkala, sertifikasi, dan rekrutmen anggota yang lebih ketat, berfokus pada kompetensi, integritas, dan kapasitas. Hal ini dinilai krusial untuk menjamin kualitas kinerja DKPP.

  2. Percepatan penyelesaian aduan: Jumlah aduan yang belum terselesaikan mencapai angka yang mengkhawatirkan. Hingga 31 Januari 2025, tercatat 881 aduan, dengan 790 aduan di tahun 2024 dan 91 aduan di awal tahun 2025. Hanya 217 aduan yang berhasil diselesaikan di tahun 2024. Oleh karena itu, Komisi II mendesak DKPP untuk mempercepat proses penyelesaian aduan tersebut.

  3. Penguatan Independensi dan Netralitas: Komisi II menekankan pentingnya DKPP untuk senantiasa menjunjung tinggi independensi dan netralitas. Mekanisme yang lebih ketat perlu diterapkan untuk mencegah konflik kepentingan dan memastikan netralitas anggota DKPP dalam menjalankan tugasnya.

  4. Transparansi Pengambilan Keputusan: Untuk meningkatkan akuntabilitas, DKPP didesak untuk membuka proses pengambilan keputusan, laporan kinerja, dan proses persidangan kepada publik. Pemanfaatan platform digital juga direkomendasikan untuk memperluas akses informasi.

  5. Efektivitas Penegakan Kode Etik: Sanksi yang diberikan oleh DKPP harus efektif, konsisten, dan mampu menciptakan efek jera untuk mencegah pelanggaran serupa di masa mendatang. Komisi II mendorong DKPP untuk memastikan hal tersebut.

  6. Dampak Nyata Putusan DKPP: Komisi II berharap setiap putusan DKPP memiliki dampak nyata bagi peneguhan integritas penyelenggaraan pemilu. Untuk itu, diperlukan indikator kinerja yang jelas dan terukur untuk menilai keberhasilan kinerja DKPP.

  7. Partisipasi Lembaga dan Publik: DKPP didorong untuk melibatkan lebih banyak lembaga dan masyarakat dalam proses pengawasan dan evaluasi kinerja. Mekanisme yang lebih inklusif, seperti forum konsultasi atau platform pengaduan online, perlu dipertimbangkan.

  8. Penguatan Sinergi antar Lembaga: Komisi II mendorong DKPP untuk memperkuat sinergi dengan lembaga terkait seperti KPU, Bawaslu, dan penegak hukum untuk memastikan penegakan etika yang lebih efektif dan terintegrasi.

  9. Pencegahan Proaktif Pelanggaran Etik: DKPP perlu lebih proaktif dalam mencegah pelanggaran etika melalui edukasi penyelenggara pemilu tentang kode etik dan peningkatan pengawasan preventif.

  10. Pemanfaatan Teknologi: DKPP didorong untuk memaksimalkan penerimaan pengaduan melalui jalur elektronik, seperti call center dan email, untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas layanan.

Kesimpulannya, rekomendasi Komisi II kepada DKPP ini mencerminkan keprihatinan terhadap kinerja lembaga tersebut dan harapan akan perbaikan signifikan demi terselenggaranya pemilu yang bersih, adil, dan demokratis. Tindak lanjut yang konkret dari DKPP atas rekomendasi ini sangat dinantikan.