DPR Soroti Kasus Pelecehan di RSHS Bandung: Evaluasi Sistem Pendidikan Dokter Spesialis Mendesak

Kasus Pelecehan di RSHS Bandung Picu Reaksi Keras DPR, Evaluasi Sistem Pendidikan Dokter Spesialis Mendesak

Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, telah memicu reaksi keras dari Komisi IX DPR RI. Priguna Anugerah Pratama (31), mahasiswa PPDS jurusan anestesi, kini berstatus tersangka atas dugaan pelecehan terhadap keluarga pasien berinisial FH (21).

Nihayatul Wafiroh, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, menyatakan bahwa insiden ini mencerminkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan. Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.

"Unpad dan RSHS harus memperkuat sistem pelaporan, perlindungan korban, dan pengawasan terhadap peserta pendidikan dokter spesialis," tegas Nihayatul. Ia menambahkan bahwa Komisi IX DPR RI akan segera memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pimpinan RSHS Bandung, Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

Pemanggilan ini bertujuan untuk meminta klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan tenaga medis, serta memastikan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Kasus ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan beretika, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Modus Operandi dan Jeratan Hukum

Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, Priguna diduga memanfaatkan situasi darurat kesehatan ayah korban untuk melancarkan aksinya. Dengan dalih akan melakukan prosedur transfusi darah, pelaku diduga melakukan pelecehan terhadap keluarga pasien. Modus operandi ini menjadi fokus utama dalam penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik Polda Jawa Barat.

Atas perbuatannya, Priguna kini dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Tuntutan Evaluasi Menyeluruh dan Pembenahan Sistem

Kasus ini menjadi momentum penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Perlunya peningkatan pengawasan, pembinaan etika, dan mekanisme pelaporan yang efektif menjadi sorotan utama.

Berikut poin-poin penting yang perlu dievaluasi:

  • Pengawasan ketat terhadap peserta PPDS: Memastikan adanya mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika.
  • Peningkatan pembinaan etika dan moral: Memperkuat kurikulum pendidikan dengan penekanan pada etika profesi dan moralitas yang tinggi.
  • Sistem pelaporan yang aman dan mudah diakses: Menyediakan saluran pelaporan yang aman dan mudah diakses bagi korban maupun saksi untuk melaporkan tindakan pelanggaran.
  • Perlindungan korban: Memastikan adanya mekanisme perlindungan yang komprehensif bagi korban pelecehan, termasuk pendampingan psikologis dan bantuan hukum.
  • Transparansi dan akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penanganan kasus pelanggaran etika dan hukum.

Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi seluruh institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan menjunjung tinggi etika profesi.