Perjuangan Senja Nenek Anah: Menafkahi Keluarga di Usia Senja dengan Membuang Benang

Di balik hiruk pikuk kota, tersembunyi kisah pilu seorang wanita bernama Anah. Di usia senjanya yang ke-62, Nenek Anah masih harus berjuang keras mencari nafkah untuk menghidupi diri sendiri, anak-anak, dan cucu-cucunya yang menumpang di rumahnya.

Sudah satu dekade Nenek Anah menjalani profesi sebagai pembuang benang. Pekerjaan yang sekilas tampak sederhana ini, ternyata menuntut ketelitian dan kesabaran ekstra, apalagi bagi seorang lansia dengan penglihatan yang mulai kabur. Setiap hari, Nenek Anah bergulat dengan tumpukan benang, memisahkan dan membersihkannya dengan tangan yang sudah keriput.

"Capek, pegal-pegal, suka sakit punggung. Kadang pegal ga bisa nengok, minum obat warung aja gak ke rumah sakit," ujarnya dengan nada lirih, menggambarkan betapa beratnya beban yang harus dipikulnya. Karena keterbatasan fisik dan penglihatan, Nenek Anah tidak bisa bekerja secepat orang lain. Upah yang diterimanya pun tidak seberapa, hanya berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per minggu.

Upah tersebut jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nenek Anah dan keluarganya harus hidup serba kekurangan, makan seadanya, seringkali hanya nasi dengan kerupuk. Namun, Nenek Anah tidak pernah menyerah. Semangatnya untuk terus berjuang demi keluarga tercinta tidak pernah padam.

"Kalau diceritain sedih suka mengeluh sendiri, makan seadannya saja. Mata saya sudah agak burem sampai pernah kegunting," ucapnya sedih.

Selain bekerja sebagai pembuang benang, Nenek Anah juga harus mengurus rumah tangga dan menyiapkan makanan untuk anak-anak dan cucu-cucunya. Beban hidup yang begitu berat terkadang membuatnya merasa putus asa. Namun, ia selalu teringat akan tanggung jawabnya terhadap keluarga yang sangat bergantung padanya.

"Anak-anak belum bekerja. memang saya tulung punggung saya yang kerja. Mau gimana lagi anak ga punya uang, udah ketuaan juga kerja. Pulang kerja saya yang masak, semuanya saya," keluh dia.

Nenek Anah berharap suatu saat nanti anak-anaknya bisa mandiri dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Ia juga berharap agar dirinya selalu diberikan kesehatan dan kekuatan untuk terus mendampingi dan membantu mereka.

"Kadang ngeluh sendiri gimana kalau ga ada saya. Apalagi saya udah tua. Kadang-kadang mikirin apa saya yang duluan? Gimana kalau orangtua ga ada, biarin dah yang penting sehat bisa kerja," ucapnya tetap optimis.

Kisah Nenek Anah adalah potret buram kehidupan sebagian masyarakat Indonesia yang masih berjuang di bawah garis kemiskinan. Di usia senja, seharusnya mereka menikmati masa istirahat dan berkumpul bersama keluarga. Namun, karena keterbatasan ekonomi, mereka terpaksa terus bekerja keras demi sesuap nasi.

Mari kita ulurkan tangan dan bantu meringankan beban Nenek Anah. Uluran tangan Anda dapat memberikan harapan baru bagi Nenek Anah dan keluarganya untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Bagi #sahabatbaik yang tergerak hatinya untuk membantu Nenek Anah, dapat menyalurkan donasi melalui berbuatbaik.id yang 100% tersalurkan.