Kemnaker Intervensi Pembayaran 'THR' Ojol: Aplikator Dipanggil Terkait Dugaan Pelanggaran Hak Driver

Kemnaker Intervensi Pembayaran 'THR' Ojol: Aplikator Dipanggil Terkait Dugaan Pelanggaran Hak Driver

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengambil langkah tegas dengan memanggil sejumlah aplikator layanan ride-hailing dan kurir daring, termasuk Gojek, Grab, Maxim, Shopee, dan Lalamove, menyusul laporan mengenai dugaan ketidaksesuaian pembayaran Bonus Hari Raya (BHR) atau yang lebih dikenal dengan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pengemudi ojek online (ojol). Pemanggilan ini merupakan respons atas keluhan sejumlah pengemudi yang menerima BHR dengan nominal yang dianggap tidak layak, bahkan ada yang tidak menerima sama sekali.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer (Noel), mengungkapkan kekecewaannya atas situasi ini. Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025), Noel menyampaikan bahwa beberapa pengemudi hanya menerima BHR sebesar Rp 50.000, sementara sebagian lainnya tidak mendapatkan BHR sama sekali. Temuan ini memicu kemarahan Wamenaker dan mendorong Kemnaker untuk melakukan klarifikasi dan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan BHR yang diterapkan oleh masing-masing aplikator.

"Hari ini tadi kita sudah panggil kawan-kawan aplikator atau platform digital, dan mereka hadir. Sedikit ada situasi yang membuat saya marah ya, karena ada hal yang membuat kita tersinggung terkait kawan-kawan ada yang tidak dapat BHR. Ada yang cuma dapat Rp 50.000 BHR-nya," tegas Noel.

Alasan Aplikator dan Kontroversi Kriteria Keaktifan

Aplikator berdalih bahwa besaran BHR yang diterima pengemudi sangat bergantung pada tingkat keaktifan masing-masing individu. Mereka juga mengeluhkan waktu pencairan BHR yang dinilai terlalu singkat, sementara sistem internal perusahaan membutuhkan penyesuaian. Noel mengakui bahwa alasan keterbatasan waktu perubahan sistem aplikasi cukup masuk akal, namun ia menolak alasan lain yang dianggap tidak relevan.

Perdebatan sengit terjadi terkait definisi dan kriteria keaktifan pengemudi. Noel menyoroti adanya perbedaan interpretasi antara pengemudi dan aplikator mengenai parameter yang menentukan keaktifan. Pihak Kemnaker berupaya menjembatani perbedaan ini dan memastikan bahwa kriteria yang digunakan adil dan transparan.

"Kedua, keaktifan. kawan-kawan driver ojek online, tapi itu masih dalam perdebatan, saya tidak mau, karena kita tidak tahu sistem mereka. Kita mau tahu keaktifan definisi mereka dengan definisi ojek online kan beda. Keaktifan mereka kan, ya, kami aktif, pak, menurut driver ojek online. Menurut manajemen, nggak, nggak bisa. Saya bilang, nggak mau," imbuh Noel.

Langkah Selanjutnya: Evaluasi dan Pemantauan

Kemnaker telah meminta para aplikator untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem BHR mereka, termasuk kategori dan kriteria yang digunakan. Pemerintah berkomitmen untuk terus memantau perkembangan ini dan meminta data terkait jumlah dan besaran BHR yang diterima oleh para pengemudi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa hak-hak pengemudi ojol tidak terabaikan dan mereka mendapatkan BHR yang layak.

"Tapi mereka nanti akan mengevaluasi kategorisasi kriteria dan sebagainya karena kita tidak mau kawan-kawan driver ojek online ini terabaikan hak-haknya. Mereka punya semangat untuk melakukan evaluasi," pungkas Noel.

Implikasi dan Harapan

Intervensi Kemnaker ini diharapkan dapat menjadi titik balik dalam penegakan hak-hak pekerja sektor informal, khususnya pengemudi ojol. Kejelasan mengenai standar BHR, transparansi kriteria keaktifan, dan mekanisme pengawasan yang efektif menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem kerja yang lebih adil dan berkelanjutan bagi para pengemudi daring.