BPTNKPS Desak Gubernur NTT Tindak Tegas Pembangunan Vila Ilegal di Perairan Labuan Bajo

Polemik Vila di Atas Laut Labuan Bajo: BPTNKPS Layangkan Protes Keras ke Gubernur NTT

Badan Peduli Taman Nasional Komodo dan Perairan Sekitarnya (BPTNKPS) Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyampaikan keprihatinan mendalam terkait maraknya pembangunan infrastruktur pariwisata, khususnya vila dan restoran, yang dinilai melanggar regulasi dan berpotensi merusak lingkungan perairan Labuan Bajo. BPTNKPS bahkan telah melayangkan surat resmi kepada Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, untuk meminta tindakan tegas terhadap pelanggaran ini.

Ketua BPTNKPS Manggarai Barat, Marselinus Agot, menyatakan bahwa pembangunan vila-vila mewah di atas laut dan pelanggaran sempadan pantai menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap ekosistem laut dan mata pencaharian masyarakat lokal. Surat yang dikirimkan pada Rabu, 9 April 2025, tersebut berisi empat poin utama keberatan:

  • Pelanggaran Sempadan Pantai dan Pengavelingan Tanah Negara: Pembangunan vila di atas laut menghalangi akses publik ke pantai dan terindikasi adanya praktik pengavelingan tanah negara yang bermasalah dalam perizinan.
  • Potensi Pencemaran Laut: Aktivitas pembangunan dan operasional vila berpotensi mencemari perairan Labuan Bajo dengan limbah padat dan cair, mengancam kelangsungan hidup biota laut.
  • Ancaman terhadap Terumbu Karang: Keberadaan terumbu karang yang merupakan aset penting perairan Manggarai Barat terancam oleh pembangunan dan operasional vila, serta aktivitas reklamasi laut.
  • Pembatasan Ruang Gerak Nelayan: Pembangunan infrastruktur pariwisata dan aktivitas kapal wisata yang tidak terkontrol berpotensi mengurangi ruang gerak nelayan dalam mencari nafkah.

Dampak Lingkungan dan Sosial yang Mengkhawatirkan

BPTNKPS menekankan bahwa pelanggaran-pelanggaran ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, serta peraturan pemerintah dan daerah terkait zonasi wilayah pesisir. Pembangunan vila dan restoran di atas laut dianggap sebagai ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pariwisata di Labuan Bajo.

Marselinus Agot, yang juga seorang imam Katolik di Labuan Bajo, menjelaskan bahwa BPTNKPS dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati Manggarai Barat dan merepresentasikan berbagai pihak yang peduli terhadap keberlanjutan pembangunan dan kawasan konservasi. Organisasi ini menyerukan perlunya analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), survei lapangan, dan analisis hukum untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan.

Selain itu, BPTNKPS juga menekankan pentingnya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk mengatur zonasi pemanfaatan ruang dengan memperhatikan sempadan pantai dan hak-hak masyarakat. BPTNKPS mendesak Pemerintah Provinsi NTT untuk mengambil tindakan tegas dalam pengelolaan wilayah pesisir dan melakukan pengawasan serta pengendalian pencemaran laut.

Reaksi Pemerintah Provinsi

Sebelumnya, Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma, mengaku terkejut mengetahui adanya vila-vila mewah dan restoran yang dibangun di atas laut Labuan Bajo. Ia berjanji akan mengecek langsung lokasi-lokasi tersebut dan menindaklanjuti informasi yang diterimanya. Sesuai ketentuan yang berlaku, izin pemanfaatan ruang laut hingga radius 12 mil merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi.

BPTNKPS berharap Pemerintah Provinsi NTT segera mengambil tindakan konkret untuk menghentikan pembangunan ilegal dan menegakkan hukum sesuai dengan tata ruang perairan. Mereka juga menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan pariwisata agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.