DPR Geram: Kasus Dokter Residensi Diduga Perkosa Keluarga Pasien di Bandung Harus Diusut Tuntas

DPR Geram: Kasus Dokter Residensi Diduga Perkosa Keluarga Pasien di Bandung Harus Diusut Tuntas

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Puan Maharani, menyampaikan kecaman keras terhadap dugaan tindakan pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter residen anestesi, Priguna Anugerah P, terhadap seorang pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Puan menyebut tindakan tersebut sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat ditoleransi.

"Dunia kedokteran seharusnya menjadi tempat yang aman dan suci untuk menyembuhkan, bukan justru menjadi arena untuk merusak martabat dan kehormatan manusia. Perilaku pelaku sangat tidak terpuji dan merupakan bentuk kejahatan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan," tegas Puan melalui keterangan resminya, Kamis (10/4/2025).

Politisi PDI Perjuangan itu menilai bahwa insiden ini telah mencoreng nama baik institusi pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan secara umum. Lebih lanjut, Puan menyatakan bahwa perbuatan tersebut mengkhianati nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, serta kepercayaan publik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap tenaga medis.

"Ini merupakan pengkhianatan yang sangat serius terhadap etika kemanusiaan dan nilai-nilai moral yang selama ini menjadi landasan utama dalam dunia kedokteran. Kejadian ini sangat disayangkan dan harus menjadi perhatian serius bagi seluruh pihak terkait," imbuhnya.

Puan mendesak aparat penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku. Ia juga menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan transparan dalam menindaklanjuti kasus ini.

"Kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan dan pendidikan sangat bergantung pada bagaimana kasus ini ditangani secara serius dan berkeadilan. Jangan sampai kasus ini justru meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia medis," tegasnya.

Selain itu, Puan juga meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di RSHS Bandung ini. Ia mengungkapkan bahwa terdapat informasi mengenai adanya korban lain yang diduga menjadi korban dari pelaku yang sama.

"Penting untuk menelusuri secara mendalam kemungkinan adanya korban-korban lain, serta potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Pengusutan tuntas sangat diperlukan untuk memastikan keadilan bagi seluruh korban yang terdampak," kata Puan.

Puan juga mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dalam program pendidikan kedokteran, termasuk program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi celah dan kelemahan dalam sistem pengawasan yang memungkinkan terjadinya peristiwa semacam ini.

"Bagaimana mekanisme pengawasan yang diterapkan, baik oleh pihak kampus, rumah sakit, maupun lembaga terkait lainnya dalam program pendidikan kedokteran ini, sampai kemudian bisa terjadi peristiwa yang sangat memukul dunia medis kita? Ini yang perlu dievaluasi secara komprehensif," sebut Puan.

Lebih lanjut, Puan menekankan pentingnya memberikan perlindungan dan pendampingan psikologis kepada para korban dan keluarga mereka. Ia menilai bahwa kasus ini menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan kedokteran.

"Perlindungan dan pendampingan bagi para korban harus menjadi prioritas utama. Mulai dari pendampingan sosial dan psikologis, hingga pendampingan hukum. Penanganan kasus ini harus berpihak pada korban," tegasnya.

"Sudah saatnya kita membangun sistem pendidikan dan layanan kesehatan yang tidak hanya menekankan profesionalisme teknis, tetapi juga menjunjung tinggi integritas, empati, dan rasa aman bagi semua pihak yang terlibat," sambungnya.

Puan menegaskan bahwa DPR RI berkomitmen untuk mengawal penanganan kasus ini hingga tuntas. Ia juga meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi sistem pelaporan kekerasan seksual di lingkungan akademik dan rumah sakit.

"Kita tidak akan membiarkan kekerasan seksual menjadi bayangan gelap dalam dunia pendidikan dan pelayanan publik. Negara harus hadir untuk membela korban, menegakkan hukum, dan menjamin ruang aman bagi seluruh warga negara, terutama bagi perempuan dan anak-anak," pungkasnya.

Sebagai informasi tambahan, kasus dugaan kekerasan seksual ini dilaporkan oleh korban pada tanggal 18 Maret 2025. Berdasarkan laporan yang diterima, pelaku diduga menyuntik korban hingga tidak sadarkan diri, kemudian melakukan tindakan pemerkosaan. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengonfirmasi bahwa pelaku telah ditangkap oleh anggota Ditreskrimum Polda Jabar di sebuah apartemen di Kota Bandung pada tanggal 23 Maret 2025. Sebelum melakukan aksinya, pelaku diketahui melakukan pengecekan darah terhadap korban, yang merupakan anak dari salah seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung.

Menurut keterangan Kombes Hendra Rochmawan, tersangka meminta korban berinisial FH untuk diambil darahnya dan membawanya dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada tanggal 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB. Sesampainya di gedung MCHC, tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau. Pakaian korban kemudian diambil oleh tersangka. Pada saat itu, tersangka diduga memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak kurang lebih 15 kali. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.