Skandal Pagar Laut Bekasi: Kades Aktif dan Mantan Terjerat Kasus Pemalsuan Surat Tanah

Kades Segara Jaya dan Jajaran Jadi Tersangka Manipulasi Izin Lahan Pagar Laut

Gelombang penangkapan mengguncang Desa Segara Jaya, Bekasi, setelah aparat kepolisian menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat izin tanah terkait proyek pembangunan pagar laut. Ironisnya, daftar tersangka mencakup Kepala Desa (Kades) aktif, Abdul Rasyid, mantan Kades berinisial MS, serta sejumlah staf desa dan kecamatan.

Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada awal Februari 2024, yang mengindikasikan adanya praktik pemalsuan surat dan akta otentik dalam proses penerbitan sertifikat tanah. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Bareskrim Polri, yang kemudian melakukan serangkaian penyelidikan intensif.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti yang cukup terkait keterlibatan mereka dalam penyelewengan wewenang dan manipulasi data dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

"Para tersangka diduga kuat terlibat dalam proses penerbitan surat-surat tanah palsu yang kemudian digunakan untuk mengklaim lahan di area pembangunan pagar laut," ungkap Brigjen Pol Djuhandhani.

Daftar Tersangka Kasus Pagar Laut Segara Jaya:

  • MS: Mantan Kepala Desa Segara Jaya (diduga menandatangani PM1 dalam proses PTSL)
  • AR: Kepala Desa Segara Jaya (menjabat sejak 2023, diduga menjual lahan ke YS dan BL)
  • JM: Kasi Pemerintahan Desa Segara Jaya
  • Y: Staf Desa Segara Jaya
  • S: Staf Kecamatan
  • AP: Ketua Tim Support PTSL
  • GG: Petugas Ukur Tim Support
  • MJ: Operator Komputer
  • HS: Tenaga Pembantu di Tim Support Program PTSL

Brigjen Pol Djuhandhani menambahkan bahwa mantan Kades MS dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP terkait tindak pidana pemalsuan surat. Sementara tersangka lainnya diduga terlibat dalam membantu atau turut serta melakukan tindak pidana tersebut.

Modus Operandi dan Dampak Kasus:

Berdasarkan hasil penyidikan sementara, modus operandi yang dilakukan para tersangka adalah dengan memalsukan dokumen kepemilikan tanah, termasuk surat keterangan desa dan akta jual beli. Dokumen-dokumen palsu ini kemudian digunakan untuk mendaftarkan tanah dalam program PTSL dan menerbitkan sertifikat hak milik (SHM).

Praktik curang ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat yang berpotensi menjadi korban sengketa lahan di kemudian hari. Pembangunan pagar laut yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat, justru ternodai oleh praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk lebih meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik pertanahan ilegal. Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli tanah dan memastikan keabsahan dokumen kepemilikan tanah.

Saat ini, penyidik Bareskrim Polri masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat. Tidak menutup kemungkinan akan ada pengembangan kasus ke arah tindak pidana korupsi atau pencucian uang (TPPU) jika ditemukan bukti yang cukup.

Skandal ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pertanahan, serta perlunya sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk mencegah praktik-praktik ilegal yang merugikan semua pihak.