Komnas HAM Desak Pemberatan Hukuman Bagi Pelaku Kekerasan Seksual dari Profesi Terhormat
Komnas HAM Soroti Kasus Kekerasan Seksual yang Melibatkan Aparat Penegak Hukum, Akademisi, dan Tenaga Medis
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak agar pelaku kekerasan seksual yang berasal dari kalangan aparat penegak hukum, tenaga medis, dan akademisi diberikan hukuman yang lebih berat. Desakan ini muncul sebagai respons atas sejumlah kasus yang mencoreng nama baik profesi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan pernyataan ini setelah menerima audiensi dari Forum Perempuan Anak Diaspora Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait kasus kekerasan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Anis menekankan bahwa status pelaku sebagai aparat penegak hukum, dokter, atau guru besar seharusnya menjadi faktor pemberat dalam penjatuhan hukuman.
"Dokter, guru besar, kemudian polisi, jadi para pihak itu mesti diberikan pemberatan hukuman, karena status pelaku yang seharusnya memberikan pelayanan dan pelindungan bagi masyarakat," ujar Anis di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2025).
Komnas HAM menyoroti beberapa kasus yang menjadi perhatian publik, diantaranya:
- Kasus Guru Besar UGM: Kekerasan seksual yang dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto, terhadap sejumlah mahasiswanya.
- Kasus Residen Unpad di RSHS: Tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.
- Kasus Eks Kapolres Ngada: Kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terhadap tiga orang anak di Kota Kupang. Kasus ini telah memasuki tahap penyerahan berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Anis menjelaskan bahwa posisi dan kewenangan yang dimiliki oleh para pelaku seharusnya digunakan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, bukan justru melakukan tindakan kekerasan. Ia mengutip Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang menyebutkan bahwa pihak-pihak tersebut seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan.
Komnas HAM mengajak seluruh pihak untuk ikut mengawal kasus-kasus kekerasan seksual, termasuk kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, tenaga medis, dan akademisi. Anis berharap agar aparat penegak hukum dapat menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya kepada para pelaku, sehingga dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di kemudian hari.
Kapolda NTT, Irjen Pol Daniel Tahi Monang, sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang menangani kasus pidana umum yang menyeret eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Berkas perkara kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual yang dilakukan AKBP Fajar terhadap tiga orang anak di Kota Kupang telah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kasus-kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja dan dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh orang-orang yang memiliki posisi dan kewenangan. Oleh karena itu, penting untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual dan memberikan dukungan kepada para korban.