Bareskrim Bersikeras Kasus Pagar Laut Tangerang Murni Pemalsuan Surat, Berkas Dikembalikan ke Kejagung
Bareskrim Kembalikan Berkas Kasus Pagar Laut Tangerang ke Kejagung: Fokus pada Pemalsuan Surat, Bukan Korupsi
Jakarta - Bareskrim Polri kembali mengirimkan berkas perkara terkait dugaan pemalsuan surat izin dalam kasus pembangunan pagar laut di Tangerang ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Tindakan ini menegaskan keyakinan penyidik bahwa kasus tersebut lebih relevan diproses sebagai tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, dan bukan tindak pidana korupsi.
Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa pengembalian berkas ini didasari pada hasil pemeriksaan mendalam serta keterangan ahli yang telah dikumpulkan. Menurutnya, unsur-unsur formal dan materiil dalam tindak pidana pemalsuan surat telah terpenuhi.
"Setelah menerima petunjuk dari berkas P19 yang diberikan oleh Kejaksaan Agung, penyidik segera melakukan sejumlah pemeriksaan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli, terutama untuk memeriksa ada tidaknya unsur korupsi dalam kasus yang tengah diselidiki. Dari hasil diskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), belum ditemukan indikasi kerugian negara yang signifikan," ujar Djuhandhani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).
Kerugian Negara Jadi Pembeda Korupsi atau Bukan
Djuhandhani menekankan bahwa ada atau tidaknya kerugian negara menjadi faktor krusial dalam menentukan apakah suatu kasus dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi atau tidak. Dalam kasus pagar laut ini, penyidik berpendapat bahwa fakta yang paling menonjol adalah terkait pemalsuan dokumen, yang tidak secara langsung menyebabkan kerugian signifikan terhadap keuangan atau perekonomian negara.
"Melihat posisi kasus tersebut, fakta yang dominan adalah terkait pemalsuan dokumen di mana tidak menyebabkan kerugian negara terhadap keuangan negara atau perekonomian negara, sehingga penyidik berkeyakinan perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi," kata Djuhandhani.
Kendati demikian, Bareskrim mengakui adanya dampak negatif yang dirasakan oleh para nelayan akibat pembangunan pagar laut tersebut, seperti kesulitan melaut. Namun, kerugian ini dinilai tidak terkait langsung dengan kerugian negara.
Penyelidikan Dugaan Suap dan Gratifikasi Terus Berjalan
Meski fokus utama adalah pada dugaan pemalsuan surat, Bareskrim tidak menutup mata terhadap potensi adanya tindak pidana lain dalam kasus ini. Kortasipidkor Bareskrim saat ini tengah menyelidiki dugaan suap dan gratifikasi yang mungkin melibatkan penyelenggara negara, khususnya Kepala Desa Kohod.
"Terdapat indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara, dalam hal ini Kades Kohod, saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortastipidkor Mabes," lanjut Djuhandhani.
Selain itu, Direktorat Tindak Pidana Tertentu juga sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan kejahatan terhadap kekayaan negara, khususnya terkait pemagaran wilayah laut. Proses penyelidikan ini telah ditingkatkan menjadi penyidikan.
Tanggapan Kejaksaan Agung
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah mengembalikan berkas perkara kasus pagar laut ini kepada Bareskrim Polri. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menilai bahwa kasus ini tidak cukup ditangani hanya dalam ranah pemalsuan dokumen, karena terdapat potensi kerugian negara dan perekonomian yang lebih luas. Kejaksaan Agung menduga bahwa penerbitan sertifikat terkait proyek pembangunan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland dilakukan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah.
Dengan dikembalikannya berkas ini oleh Bareskrim, kelanjutan penanganan kasus pagar laut Tangerang masih menjadi tanda tanya. Akan menarik untuk melihat bagaimana Kejaksaan Agung akan merespon argumen Bareskrim yang bersikeras pada dugaan pemalsuan surat. Publik berharap agar kasus ini dapat ditangani secara transparan dan profesional, sehingga keadilan dapat ditegakkan bagi semua pihak yang terkait.