Gubernur Jakarta Kecam Pembubaran Paksa Aksi Damai di Depan Gedung DPR
Gubernur Jakarta Kritik Keras Tindakan Satpol PP dalam Pembubaran Aksi Damai
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menunjukkan kekecewaannya atas tindakan represif yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terhadap aksi damai "Piknik Melawan" di depan Gedung DPR/MPR RI pada hari Rabu (9/4/2025). Aksi ini, yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasi terkait penolakan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI, berujung pada pembubaran paksa yang dinilai berlebihan.
Dalam pernyataannya di Jakarta International Velodrome pada Kamis (10/4/2025), Pramono menegaskan bahwa tindakan Satpol PP tersebut melampaui kewenangan yang diberikan. Ia mengaku telah menyampaikan teguran keras kepada Kepala Dinas terkait atas insiden tersebut. "Saya sangat kecewa dengan kejadian ini. Satpol PP tidak seharusnya bertindak seperti itu," ujarnya.
Penjelasan Lebih Lanjut dari Gubernur
Pramono menekankan bahwa tugas utama Satpol PP bukanlah membubarkan aksi demonstrasi yang berlangsung damai. Menurutnya, demonstrasi adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang, selama tidak melanggar ketertiban umum dan dilakukan dengan cara yang tidak anarkis. "Satpol PP seharusnya bertindak persuasif dan mengedepankan dialog, bukan langsung membubarkan paksa," tegasnya.
Ia menambahkan, "Saya telah memberikan instruksi yang jelas kepada Kepala Dinas untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali. Kita harus menghormati hak warga negara untuk menyampaikan pendapat mereka, selama dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab."
Alasan Pembubaran dari Sudut Pandang Satpol PP
Sementara itu, Kepala Satpol PP Jakarta Pusat, Tumbur Parluhutan Purba, memberikan penjelasan berbeda mengenai pembubaran aksi "Piknik Melawan". Ia mengklaim bahwa tindakan tersebut dilakukan karena massa aksi melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007. Menurutnya, pendirian tenda di trotoar telah menghalangi dan membahayakan pejalan kaki.
"Kami menerima laporan dari masyarakat bahwa aksi tersebut mengganggu ketertiban umum. Trotoar adalah fasilitas publik yang seharusnya bisa digunakan oleh semua orang, bukan hanya untuk demonstrasi," jelas Tumbur.
Ia menambahkan bahwa sebelum pembubaran, pihaknya telah melakukan negosiasi dengan perwakilan massa aksi. Namun, negosiasi tersebut tidak membuahkan hasil, sehingga terpaksa dilakukan tindakan pembubaran.
Tanggapan Masyarakat dan Implikasi Hukum
Insiden pembubaran paksa aksi "Piknik Melawan" ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian mengecam tindakan Satpol PP yang dinilai represif dan melanggar hak asasi manusia. Sementara sebagian lainnya mendukung tindakan tersebut, dengan alasan bahwa aksi tersebut telah mengganggu ketertiban umum.
Secara hukum, tindakan Satpol PP dalam membubarkan aksi demonstrasi harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tindakan tersebut melampaui kewenangan yang diberikan, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan dapat diajukan gugatan ke pengadilan.
- Pasal yang dilanggar (klaim Satpol PP): Pasal 3 huruf i dan j jo Pasal 54 ayat (1) Perda Nomor 8 Tahun 2007.
- Tuntutan Massa Aksi: Menolak pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kejadian ini menjadi sorotan penting terkait batas kebebasan berpendapat dan kewenangan aparat penegak hukum dalam menertibkan aksi demonstrasi. Perlu adanya evaluasi yang komprehensif terhadap prosedur penanganan demonstrasi agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.