Gappri Serukan Reformasi Regulasi Industri Tembakau: Cukai Tinggi Ancam Keberlangsungan

Gappri Serukan Reformasi Regulasi Industri Tembakau: Cukai Tinggi Ancam Keberlangsungan

Jakarta, [Tanggal Hari Ini] - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) lantang menyuarakan perlunya reformasi regulasi di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT). Langkah ini dipandang krusial untuk mewujudkan keadilan, menjaga keberlanjutan ekonomi nasional, dan menghidupkan semangat "Indonesia Incorporated" yang digaungkan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Ketua Umum Gappri, Henry Najoan, dalam keterangan persnya menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi IHT yang terbebani oleh sekitar 500 regulasi, baik fiskal maupun non-fiskal. Regulasi yang tumpang tindih dan memberatkan ini dinilai menghambat pertumbuhan industri secara signifikan, yang pada gilirannya berdampak negatif pada penerimaan negara dari sektor cukai.

"Kami melihat adanya ketidakseimbangan yang serius antara tujuan penerimaan negara dan kelangsungan hidup industri tembakau," ujar Henry Najoan. "Regulasi yang terlalu ketat justru kontraproduktif, karena memicu penurunan produksi rokok legal dan mendorong maraknya peredaran rokok ilegal."

Realisasi Cukai Jeblok, Industri Tertekan

Fakta menunjukkan, realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2024 lalu tidak mencapai target yang ditetapkan. Dari target sebesar Rp 230,4 triliun, negara hanya mampu merealisasikan Rp 216,9 triliun atau sekitar 94,1%. Kondisi ini diperparah dengan penurunan produksi rokok legal akibat tekanan regulasi yang berat dan persaingan tidak sehat dengan rokok ilegal.

Empat Pilar Deregulasi dari Gappri

Guna mengatasi persoalan pelik ini, Gappri secara resmi mengusulkan empat langkah deregulasi yang diharapkan dapat menjadi solusi konstruktif bagi pemerintah:

  1. Moratorium Kebijakan Baru: Gappri mendesak pemerintah untuk tidak mengeluarkan kebijakan baru yang semakin membebani IHT. Fleksibilitas regulasi menjadi kunci agar industri dapat bertahan, pulih dari tekanan bisnis, dan bersaing secara sehat dengan rokok ilegal.
  2. Moratorium Kenaikan Cukai: Gappri mengusulkan moratorium kenaikan tarif CHT dan Harga Jual Eceran (HJE) selama periode 2025-2027. Langkah ini akan memberikan kesempatan bagi industri untuk beradaptasi dan meningkatkan daya saing di pasar.
  3. Tarif Cukai Inklusif dan Berkeadilan: Gappri mendorong penerapan kebijakan tarif cukai yang mempertimbangkan keseimbangan antara berbagai aspek krusial, seperti kesehatan masyarakat, nasib tenaga kerja, keberlangsungan pertanian tembakau, pemberantasan rokok ilegal, dan penerimaan negara. Implementasi peta jalan industri hasil tembakau 2025-2029 diharapkan menjadi panduan dalam pengambilan kebijakan yang lebih proporsional dan komprehensif.
  4. Pemberantasan Rokok Ilegal yang Tegas: Gappri sepenuhnya mendukung upaya pemerintah dalam memberantas peredaran rokok ilegal melalui operasi penindakan yang lebih tegas, bahkan hingga ke tingkat produsen. Selain itu, Gappri menolak rencana pemerintah terkait kemasan polos (plain packaging), karena kebijakan ini berpotensi merugikan industri legal dan justru meningkatkan peredaran rokok ilegal.

Relaksasi Pembayaran Pita Cukai

Sebagai tambahan, Gappri juga meminta pemerintah untuk memberikan relaksasi dalam pembayaran pita cukai, dari 60 hari menjadi 90 hari. Langkah ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi industri untuk menyesuaikan arus kas di tengah tekanan regulasi yang semakin meningkat.

Deregulasi yang diusulkan Gappri diharapkan mampu menciptakan keseimbangan ideal antara regulasi yang ketat dan keberlanjutan industri tembakau. Dengan demikian, IHT tetap dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional tanpa kehilangan daya saing di pasar global.