Dokter Residensi Diduga Lakukan Pemerkosaan Terhadap Pasien di RSHS Bandung, Reaksi Keras Muncul
Kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter residensi anestesi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap anak pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, telah memicu gelombang kecaman. Priguna Anugerah P, nama dokter residensi tersebut, dituduh melakukan tindakan asusila terhadap FH, seorang anak pasien yang tengah dirawat.
Kronologi Kejadian
Berdasarkan informasi yang dihimpun, insiden memprihatinkan ini terjadi pada 18 Maret 2025, sekitar pukul 01.00 dini hari. Modus operandi pelaku terbilang licik. Priguna diduga menyuntikkan obat bius sebanyak 15 kali ke lengan kanan dan kiri korban hingga tak sadarkan diri. Empat jam kemudian, FH terbangun dengan perasaan janggal dan mendapati rasa sakit di area vitalnya saat buang air kecil.
Sebelum melancarkan aksinya, Priguna berdalih akan melakukan pemeriksaan darah terhadap korban. Ia kemudian membawa FH dari ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) ke lantai 7 gedung MCHC RSHS Bandung. Sesampainya di sana, pelaku meminta korban mengganti pakaiannya dengan baju operasi berwarna hijau dan mengambil pakaian milik korban.
Penangkapan dan Reaksi Publik
Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat berhasil mengamankan Priguna di apartemennya di Kota Bandung pada 23 Maret 2025. Kasus ini sontak menuai reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk tokoh publik.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan kecaman keras atas perbuatan Priguna. Ia menekankan bahwa dunia kedokteran seharusnya menjadi tempat yang aman dan suci untuk menyembuhkan, bukan untuk melakukan tindakan keji yang merusak martabat manusia.
"Dunia kedokteran adalah ruang suci untuk menyembuhkan, bukan tempat untuk merusak martabat manusia. Tindakan pelaku adalah bentuk kejahatan yang tidak bisa ditoleransi dalam bentuk apa pun," tegas Puan.
Tuntutan Penanganan Serius dan Transparan
Puan Maharani mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini secara adil dan transparan, serta memberikan hukuman maksimal kepada pelaku jika terbukti bersalah. Ia juga meminta agar dilakukan penelusuran mendalam untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain atau keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Lebih lanjut, Puan mendorong evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan program pendidikan kedokteran, termasuk program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
"Bagaimana sistem pengawasannya, baik dari kampus, rumah sakit, dan lembaga lain dalam program pendidikan kedokteran ini sampai bisa terjadi peristiwa yang sangat memukul dunia medis kita," sebut Puan.
Perlindungan dan Pendampingan Korban
Puan Maharani juga menekankan pentingnya memberikan perlindungan dan pendampingan psikologis kepada korban dan keluarganya. Ia menegaskan bahwa penanganan kasus ini harus berpihak pada korban, mulai dari pendampingan sosial dan psikologi hingga bantuan hukum.
"Perlindungan dan dampingan bagi para korban harus menjadi prioritas utama. Mulai dari pendampingan sosial dan psikologi, sampai pendampingan hukum. Penanganan kasus ini harus berpihak pada korban," ujarnya.
Evaluasi Sistem Pelaporan dan Jaminan Ruang Aman
Sebagai bentuk komitmen DPR dalam mengawal kasus ini, Puan Maharani menyatakan bahwa pemerintah perlu mengevaluasi sistem pelaporan kekerasan seksual di lingkungan akademik dan rumah sakit. Ia menegaskan bahwa negara harus hadir untuk membela korban, menegakkan hukum, dan menjamin ruang aman bagi seluruh warga negara, khususnya perempuan dan anak-anak.
"Kita tidak akan membiarkan kekerasan seksual menjadi bayangan gelap dalam dunia pendidikan dan pelayanan publik. Negara harus hadir membela korban, menegakkan hukum, dan menjamin ruang aman bagi seluruh warga negara, terutama untuk perempuan dan anak-anak," tuturnya.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia kedokteran dan pendidikan di Indonesia. Perlu adanya pembenahan menyeluruh untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali dan kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan dan pendidikan tetap terjaga.