Aksi Kamisan Surabaya Serukan Penolakan UU TNI Melalui Simbolisasi Kentongan Bahaya

Surabaya Bergelora: Massa Aksi Kamisan Tolak UU TNI dengan Kentongan Tanda Bahaya

Surabaya, Jawa Timur - Aksi Kamisan yang digelar di depan Gedung Grahadi, Surabaya, pada Kamis (10/5/2025), menjadi wadah ekspresi penolakan terhadap Undang-Undang (UU) TNI. Puluhan peserta aksi, terdiri dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan elemen masyarakat sipil lainnya, menyuarakan aspirasi mereka dengan membunyikan kentongan sebagai simbol bahaya.

Aksi yang dimulai pada sore hari ini, tepatnya pukul 16.30 WIB, diwarnai dengan orasi dan pembacaan puisi. Para demonstran mengenakan pakaian serba hitam sebagai representasi keteguhan dalam membela kemanusiaan.

Risqa, salah satu peserta Aksi Kamisan, menjelaskan makna di balik penggunaan kentongan. "Kentongan ini kami bunyikan sebagai alarm tanda bahaya. Masyarakat saat ini terancam kekerasan dan represi oleh kekuatan militer. Ini adalah peringatan bagi kita semua tentang kondisi negara yang memprihatinkan," ujarnya kepada awak media.

Sebelumnya, pada pukul 14.00 WIB, sekitar 40 anggota komunitas Arek Gerak telah memulai aksi unjuk rasa di lokasi yang sama. Meski diguyur hujan lebat, mereka tetap bersemangat membentangkan poster bertuliskan "Supremasi Sipil. Bangkit Lawan Menang!" dengan mengenakan jas hujan. Sempat mundur sejenak karena hujan deras, mereka kembali bergabung dengan massa Aksi Kamisan setelah hujan mereda.

Pukul 16.30 WIB menjadi momentum bergabungnya berbagai aliansi dan komunitas, termasuk KontraS Surabaya, kelompok ibu-ibu, tenaga medis, dan elemen sipil lainnya. Massa kemudian bergerak ke tengah jalan raya, menyebabkan lalu lintas di depan Gedung Grahadi tersendat.

"Selama ini suara kami tidak pernah didengar. Rakyat semakin menderita. Kembalikan militer ke barak!" seru salah seorang orator.

Para demonstran juga menyoroti banyaknya mahasiswa dan masyarakat sipil yang menjadi korban represifitas aparat dalam aksi menolak UU TNI di berbagai kota. Mereka mempertanyakan keadilan di negara ini, merujuk pada demonstrasi di Semarang, Jakarta, dan Surabaya yang berujung pada jatuhnya korban.

Koordinator lapangan komunitas Arek Gerak, Nana, menyampaikan tiga poin utama yang ingin disuarakan, yaitu:

  • Penolakan UU TNI
  • Kembalikan TNI ke barak
  • Menentang bangkitnya militerisme

Nana menegaskan bahwa aksi ini murni berasal dari kegelisahan masyarakat sipil yang peduli terhadap kondisi negara.

Tanggapan Pengamat

Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, menilai aksi ini sebagai bentuk kekhawatiran masyarakat terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh militer. "UU TNI yang baru dikhawatirkan memberikan ruang gerak yang terlalu luas bagi militer dalam kehidupan sipil. Ini dapat mengancam demokrasi dan hak asasi manusia," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu mendengarkan aspirasi masyarakat dan melakukan evaluasi terhadap UU TNI. "Dialog yang konstruktif antara pemerintah, militer, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mencari solusi yang terbaik bagi bangsa," pungkasnya.