Mantan Mendag Tom Lembong Didakwa Rugikan Negara Rp 578 Miliar dalam Kasus Impor Gula

Mantan Mendag Tom Lembong Didakwa Rugikan Negara Rp 578 Miliar dalam Kasus Impor Gula

Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perdana terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, pada Kamis (6/3/2025). Lembong didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus impor gula yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 578 miliar. Jaksa penuntut umum membacakan dakwaan yang merinci tujuh perbuatan terdakwa yang dinilai telah menyebabkan kerugian finansial negara tersebut.

Dakwaan tersebut menjabarkan kronologi dan detail tindakan Lembong selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016. Berikut ringkasan tujuh poin dakwaan yang dilayangkan terhadap Tom Lembong:

  1. Penerbitan Persetujuan Impor Tanpa Koordinasi Antar Kementerian: Lembong dituduh menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) kepada sepuluh perusahaan swasta pada 12 Agustus 2015, tanpa melalui proses rapat koordinasi antar kementerian yang seharusnya menjadi prosedur standar. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses. Tindakan ini dinilai telah mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik dan berpotensi membuka peluang penyimpangan.

  2. Penerbitan Surat Impor Tanpa Rekomendasi Kementerian Perindustrian: Jaksa juga mendakwa Lembong atas penerbitan surat impor GKM kepada sepuluh perusahaan yang sama tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Ketiadaan rekomendasi ini menunjukkan adanya pelanggaran prosedur dan pengawasan yang lemah dalam proses impor, yang berpotensi merugikan negara.

  3. Pemberian Izin Impor kepada Perusahaan yang Tidak Berhak: Dakwaan ketiga menyorot pemberian izin impor GKM kepada sepuluh perusahaan yang hanya memiliki izin untuk pengolahan gula rafinasi. Lembong diduga mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki kapasitas untuk mengolah GKM menjadi gula kristal putih (GKP), namun tetap menerbitkan izin impor, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.

  4. Impor GKM Meski Produksi Dalam Negeri Mencukupi: Jaksa menuding Lembong telah mengeluarkan izin impor GKM kepada PT Angels Products pada tahun 2015, meskipun produksi GKP dalam negeri saat itu telah mencukupi. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk ketidakmampuan dalam mengelola pasokan gula domestik dan mengakibatkan kerugian ekonomi.

  5. Penunjukan Koperasi, Bukan BUMN, untuk Stabilisasi Harga: Dakwaan kelima menyoroti penunjukan Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), INKOPPOL, PUSKOPOL, dan SKKP TNI Polri untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, bukan BUMN yang dinilai lebih memiliki kapabilitas. Keputusan ini dianggap merugikan negara dan tidak efektif dalam menjaga stabilitas harga gula.

  6. Kerjasama PT PPI dengan Perusahaan Rafinasi yang Mengatur Harga: Lembong didakwa menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) (PT PPI) untuk pengadaan GKP. Namun, PT PPI kemudian bekerja sama dengan sepuluh perusahaan rafinasi yang telah menyepakati pengaturan harga jual gula di atas Harga Patokan Petani (HPP). Praktik ini diduga merugikan petani dan negara.

  7. Kegagalan Pengendalian Distribusi Gula: Dakwaan terakhir berfokus pada kegagalan Lembong dalam melakukan pengendalian distribusi gula untuk stabilisasi harga. Jaksa menilai seharusnya distribusi gula dilakukan melalui operasi pasar oleh BUMN, yang tidak dilakukan oleh terdakwa.

Atas seluruh perbuatan tersebut, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.