Sentimen Pasar Global Membaik: Penundaan Tarif Trump Picu Reaksi Positif di Bursa Saham

Pasar Global Bereaksi Positif Terhadap Penundaan Tarif AS

Keputusan terbaru dari pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menunda penerapan tarif impor terhadap sejumlah negara selama 90 hari telah memicu gelombang optimisme di pasar saham global. Langkah ini dipandang sebagai sinyal meredanya ketegangan perdagangan yang selama ini menghantui investor, mendorong reli di berbagai indeks saham utama.

Reaksi Pasar Saham

Indeks saham di Amerika Serikat menjadi yang pertama merespons positif pengumuman tersebut. Indeks S&P 500 mencatat kenaikan signifikan sebesar 9,5% pada hari Rabu (9/4/2025), mencerminkan sentimen pasar yang membaik. Penguatan juga terlihat di bursa saham Asia, dengan indeks Nikkei 225 Jepang melonjak lebih dari 8%.

Selain pasar saham, harga komoditas berjangka di Eropa juga mengalami tren positif. Namun, perlu dicatat bahwa reli ini bersifat jangka pendek, dengan harga saham AS diperdagangkan lebih rendah setelahnya. Sementara itu, harga minyak mentah mengalami penurunan sekitar 1% akibat kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan dapat memicu resesi global.

Kebijakan Tarif yang Fluktuatif

Sejak kembali menjabat pada bulan Januari, Presiden Trump telah berulang kali mengancam penerapan tarif hukuman terhadap mitra dagang AS. Namun, beberapa ancaman tersebut dibatalkan pada menit-menit terakhir, menciptakan ketidakpastian dan kebingungan di kalangan pemimpin dunia dan eksekutif perusahaan. Menteri Keuangan AS Scott Bessent menjelaskan bahwa perubahan kebijakan tarif ini telah direncanakan sejak awal bagi negara-negara yang bersedia bernegosiasi. Trump juga mengakui bahwa kepanikan pasar setelah pengumuman tarif pada tanggal 2 April menjadi pertimbangan dalam keputusannya.

Strategi AS Terhadap China

Meskipun menunda tarif terhadap beberapa negara, AS tetap memberlakukan tarif tinggi terhadap China, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia dan pemasok impor terbesar kedua ke AS. Trump bahkan menaikkan tarif impor China menjadi 125% dari level sebelumnya sebesar 104%. Perusahaan-perusahaan China yang menjual produk di platform seperti Amazon bersiap untuk menaikkan harga atau meninggalkan pasar AS sebagai akibat dari tarif tersebut.

Sebagai balasan, Beijing mengenakan tarif sebesar 84% pada impor AS, sebagai langkah untuk menyamai tarif yang sebelumnya diberlakukan oleh Trump. China juga berulang kali menegaskan akan melawan dalam perang dagang yang semakin intensif antara kedua negara. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menyatakan, "Kami tidak takut dengan provokasi. Kami tidak akan mundur."

Upaya Diversifikasi Perdagangan China

Trump mengisyaratkan bahwa resolusi terkait perdagangan dengan China masih mungkin terjadi, tetapi pejabat AS menyatakan bahwa prioritas utama adalah pembicaraan dengan negara-negara lain seperti Vietnam, Jepang, dan Korea Selatan. China, di sisi lain, telah mengadakan pembicaraan dengan Uni Eropa dan Malaysia untuk memperkuat perdagangan sebagai respons terhadap ketegangan dengan AS. Australia menolak tawaran dari China untuk bekerja sama melawan tarif.

Wakil Perdana Menteri Australia Richard Marles menyatakan, "Kami tidak akan bergandengan tangan dengan China sehubungan dengan persaingan apapun yang terjadi di dunia."

Harapan akan dukungan negara membantu menopang saham Tiongkok pada hari Kamis, bahkan saat mata uang yuan jatuh ke level terlemah sejak krisis keuangan global. Bank investasi AS Goldman Sachs merevisi turun perkiraannya untuk pertumbuhan PDB China menjadi 4% pada 2025, dari proyeksi sebelumnya sebesar 4,5%, dengan alasan efek negatif penetapan tarif.

Ringkasan Poin Penting:

  • Penundaan tarif oleh AS memicu optimisme pasar.
  • Indeks saham AS dan Asia merespons positif.
  • Harga minyak mentah turun karena kekhawatiran resesi.
  • AS tetap mengenakan tarif tinggi pada China.
  • China mencari alternatif perdagangan dengan negara lain.
  • Goldman Sachs merevisi turun perkiraan pertumbuhan PDB China.