Teror terhadap Tempo: Penyelidikan Berlarut, Titik Terang Belum Tampak
Teror Ancam Kebebasan Pers: Kasus Tempo Mandek di Kepolisian
Kasus teror yang menimpa kantor redaksi Majalah Tempo, Jakarta, memasuki babak baru yang mengkhawatirkan. Lebih dari tiga pekan berlalu sejak serangkaian aksi intimidasi itu terjadi, namun aparat kepolisian belum berhasil mengungkap pelaku maupun motif di balik serangan tersebut. Keberlangsungan penyelidikan kasus ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah kasus ini akan menemui jalan buntu?
Rentetan peristiwa teror dimulai pada 19 Maret lalu, ketika seorang pengemudi ojek daring (ojol) mengantarkan sebuah paket mencurigakan ke kantor Tempo. Paket tersebut ditujukan kepada Francisca Christy, seorang jurnalis Tempo yang dikenal dengan nama panggilan Cica, yang juga merupakan pembawa acara siniar (podcast) "Bocor Alus Politik". Paket misterius itu berisi kepala babi yang telah dimutilasi tanpa telinga. Tidak ada pesan ancaman tertulis dalam paket tersebut, hanya nama "Cica" yang tertera pada kemasan.
Tak berhenti sampai di situ, aksi teror kembali berlanjut pada 22 Maret dini hari. Kali ini, orang tak dikenal melempar sebuah kotak ke area kantor Tempo. Kotak tersebut berisi enam bangkai tikus yang telah dipenggal kepalanya. Aksi ini semakin memperjelas adanya upaya sistematis untuk mengintimidasi dan menekan kebebasan pers di Indonesia.
Laporan Polisi dan Perkembangan Penyelidikan
Merespon serangkaian teror tersebut, Tempo bersama Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri pada 21 Maret. Pihak kepolisian kemudian melakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah saksi, termasuk pengemudi ojol yang mengantarkan paket berisi kepala babi.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penyelidikan dilakukan dengan mengacu pada Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan/atau Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur tentang ancaman kekerasan dan upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik.
Namun, perkembangan penyelidikan terkesan lambat dan berbelit-belit. Polisi menemukan bahwa pengemudi ojol yang mengantarkan paket tersebut hanyalah kurir yang menerima barang dari pengemudi ojol lainnya. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk menutupi jejak pelaku utama dan mempersulit proses identifikasi.
Doxing dan Ancaman terhadap Jurnalis
Selain aksi teror fisik, Francisca Christy juga menjadi korban doxing, yaitu penyebaran informasi pribadi secara daring dengan tujuan intimidasi. Akun media sosial Cica dan keluarganya diretas, dan ia menerima ancaman kasar melalui akun anonim di Instagram.
Ancaman terhadap Cica dan keluarganya menunjukkan bahwa teror ini tidak hanya ditujukan kepada institusi media, tetapi juga secara langsung mengancam keselamatan dan keamanan jurnalis yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang iklim kebebasan pers di Indonesia.
Tantangan bagi Kebebasan Pers
Kasus teror terhadap Tempo merupakan cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh pers di Indonesia. Jurnalis kerap menjadi sasaran intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi akibat karya jurnalistik mereka. Impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis juga menjadi masalah serius yang perlu segera diatasi.
Lambatnya penanganan kasus teror terhadap Tempo oleh pihak kepolisian menimbulkan kekhawatiran bahwa kasus ini akan menguap begitu saja. Hal ini dapat mengirimkan pesan yang salah kepada publik bahwa kekerasan terhadap jurnalis dapat dilakukan tanpa konsekuensi hukum.
Oleh karena itu, penting bagi pihak kepolisian untuk segera mengungkap pelaku dan motif di balik aksi teror terhadap Tempo. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis akan menjadi preseden penting untuk melindungi kebebasan pers dan menjamin keselamatan jurnalis di Indonesia.
Daftar Saksi yang Diperiksa
Hingga saat ini, pihak kepolisian telah memeriksa delapan orang saksi terkait kasus teror terhadap Tempo. Proses pemeriksaan sempat tertunda akibat pengamanan selama masa Lebaran, namun kembali dilanjutkan setelah arus balik selesai.
Harapan akan Pengungkapan Kasus
Masyarakat sipil dan komunitas pers berharap agar pihak kepolisian dapat segera mengungkap tabir permasalahan ini dan membawa pelaku ke pengadilan. Kebebasan pers merupakan pilar penting dalam negara demokrasi, dan perlindungan terhadap jurnalis merupakan tanggung jawab negara.