Nganjuk Lestarikan Warisan Budaya Lewat Prosesi Manusuk Sima dalam Rangka Hari Jadi ke-1088

Mengenang Kejayaan Anjukladang: Prosesi Manusuk Sima Meriahkan HUT ke-1088 Nganjuk

Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menggelar serangkaian acara khidmat dan meriah untuk memperingati hari jadinya yang ke-1088. Puncak acara, prosesi sakral Manusuk Sima, berlangsung di pelataran Candi Lor, Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, pada Kamis (10/4/2025). Ratusan masyarakat dan pejabat daerah hadir untuk menyaksikan upacara yang sarat akan makna sejarah dan budaya.

Prosesi Manusuk Sima bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan sebuah upaya untuk melestarikan warisan budaya dan semangat luhur Hanggayuh Raharjaning Bumi Anjukladang, yang bermakna meraih kesejahteraan tanah Anjukladang. Acara ini menjadi pengingat akan akar sejarah Nganjuk dan pentingnya menjaga nilai-nilai kearifan lokal.

Visualisasi Perjuangan dan Pemberian Sima

Atmosfer Candi Lor terasa magis dengan alunan gamelan yang mengiringi tarian prajurit. Para penari, mengenakan kostum yang memukau, menampilkan tarian peperangan dengan gerakan energik dan penuh semangat. Pertunjukan ini menggambarkan kembali dinamika kehidupan dan perjuangan di Bumi Anjukladang pada masa lampau, sebelum mendapatkan status sima.

Kisah heroik penduduk Anjukladang yang membantu Mpu Sindok dalam peperangan melawan tentara Melayu dari Wangsa Sailendra divisualisasikan dengan apik. Kemenangan tersebut membawa berkah berupa pemberian status sima oleh Mpu Sindok, raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Medang periode Jawa Timur, atas Bumi Anjukladang. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada tanggal 12 Caitra tahun 859 Saka, atau 10 April 937 Masehi, yang kini diperingati sebagai hari jadi Nganjuk.

Prosesi Sakral dan Refleksi Nilai Luhur

Setelah tarian peperangan, suasana berubah menjadi lebih khidmat dengan kehadiran para pembesar kerajaan yang diperankan dengan penuh penghayatan. Iringan payung kebesaran menambah kesan agung pada momen penyerahan tanda pemberian status sima kepada tanah Anjukladang. Simbol-simbol pusaka dihadirkan sebagai pengingat akan nilai-nilai adiluhung dan kearifan lokal yang menjadi fondasi wilayah Nganjuk.

Prosesi dilanjutkan di area dalam Candi Lor, disaksikan oleh Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi, Wakil Bupati, Trihandy Cahyo Saputro, Ketua DPRD, Tatit Heru Tjahjono, dan jajaran kepala OPD Kabupaten Nganjuk. Kang Marhaen, dalam sambutannya, menekankan bahwa Manusuk Sima bukan sekadar agenda rutin tahunan, tetapi momentum penting untuk merefleksikan nilai-nilai luhur sejarah Nganjuk.

Edukasi Sejarah untuk Generasi Muda

Kang Marhaen menambahkan bahwa peringatan Manusuk Sima memiliki peran penting sebagai media edukasi bagi seluruh warga Nganjuk, khususnya generasi muda. Melalui prosesi ini, masyarakat dapat memahami sejarah tanah kelahiran mereka, mengenal tokoh-tokoh penting seperti Mpu Anjukladang dan Mpu Sindok, serta memahami dinamika peperangan dan pemberian status sima.

Dengan demikian, diharapkan generasi muda Nganjuk dapat memahami sejarah daerahnya dengan lebih baik dan menghargai warisan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur. Peringatan Manusuk Sima menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan Nganjuk.