Kisruh Tunjangan Dokter Anestesi di RSUD Sikka Berujung Maut, Gubernur NTT Desak Pencabutan Izin Praktik

Polemik Tunjangan Dokter Anestesi di RSUD Sikka: Antara Pelayanan Publik dan Keterbatasan Anggaran Daerah

BORONG, NTT - Polemik terkait besaran tunjangan dokter spesialis anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) T.C. Hillers, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), mencapai titik nadir. Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, secara tegas meminta Menteri Kesehatan untuk mencabut Surat Izin Praktik (SIP) dua dokter anestesi yang bertugas di rumah sakit tersebut. Desakan ini dipicu oleh dugaan kuat bahwa penolakan kedua dokter untuk melayani pasien, akibat tidak terpenuhinya permintaan tunjangan yang dianggap terlalu tinggi, berujung pada hilangnya nyawa seorang pasien.

Menurut Gubernur Melkiades, tuntutan tunjangan yang diajukan kedua dokter tersebut dinilai tidak realistis, mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Sikka. Mediasi telah dilakukan oleh Bupati Sikka bersama pihak rumah sakit, namun tidak membuahkan hasil. Kedua dokter bersikukuh dengan tuntutan mereka, yang jika dipenuhi, dikhawatirkan akan menciptakan preseden buruk dan berdampak luas terhadap sistem remunerasi dokter spesialis di seluruh Indonesia.

"Kami sangat menyayangkan kejadian ini. Prioritas utama adalah keselamatan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Tuntutan tunjangan yang berlebihan, apalagi sampai menyebabkan terganggunya pelayanan dan berakibat fatal, tidak bisa ditolerir," tegas Melkiades kepada awak media, (11/4/2025).

Gubernur Melkiades menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi NTT saat ini tengah berupaya mendatangkan dua dokter spesialis anestesi pengganti untuk mengisi kekosongan yang terjadi. Langkah ini diambil sebagai solusi jangka pendek untuk memastikan pelayanan anestesi di RSUD T.C. Hillers tetap berjalan optimal dan tidak ada lagi pasien yang menjadi korban.

Dampak dan Langkah Selanjutnya

Kasus ini menjadi sorotan tajam dan membuka diskusi publik mengenai keseimbangan antara hak tenaga medis untuk mendapatkan penghasilan yang layak dengan kewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah dengan keterbatasan anggaran.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Tuntutan Tunjangan yang Tinggi: Permintaan tunjangan yang diajukan oleh kedua dokter spesialis anestesi dinilai tidak sesuai dengan kemampuan keuangan daerah Kabupaten Sikka.
  • Mediasi Gagal: Upaya mediasi yang dilakukan oleh Bupati Sikka dan pihak rumah sakit tidak berhasil mencapai kesepakatan.
  • Dampak pada Pelayanan: Penolakan dokter untuk melayani pasien mengakibatkan terganggunya pelayanan anestesi dan diduga menjadi penyebab kematian seorang pasien.
  • Tindakan Pemerintah: Gubernur NTT meminta pencabutan SIP kedua dokter dan berupaya mendatangkan dokter pengganti.
  • Diskusi Publik: Kasus ini memicu perdebatan mengenai keseimbangan antara hak tenaga medis dan kewajiban pelayanan publik.

Ke depan, diharapkan ada solusi komprehensif yang melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi profesi, dan manajemen rumah sakit, untuk menciptakan sistem remunerasi yang adil, transparan, dan berkelanjutan bagi tenaga medis, tanpa mengorbankan kepentingan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan.