Skandal Kekerasan Seksual di RSHS Bandung: DPR RI Desak Pertanggungjawaban Institusi dan Audit Menyeluruh

Skandal Kekerasan Seksual di RSHS Bandung: DPR RI Desak Pertanggungjawaban Institusi dan Audit Menyeluruh

Kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter residen anestesi, Priguna Anugerah Pratama, di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, terus menuai sorotan tajam. Komisi IX DPR RI mendesak agar pihak RSHS turut bertanggung jawab atas insiden yang mencoreng nama baik institusi pelayanan kesehatan tersebut. Desakan ini muncul seiring dengan bertambahnya jumlah korban yang diduga menjadi sasaran tindakan bejat oknum dokter tersebut.

Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, menyampaikan keprihatinannya atas kasus ini. Menurutnya, kejadian ini bukan semata-mata kesalahan individu pelaku, melainkan mencerminkan adanya kelalaian sistemik yang melibatkan berbagai pihak. Arzeti menekankan bahwa rumah sakit sebagai institusi publik memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan dan kenyamanan pasien, terutama dalam situasi genting.

"Kejadian ini sangat ironis. Pasien dan keluarga datang ke rumah sakit dengan harapan mendapatkan pertolongan medis, namun justru menjadi korban kekerasan seksual," ujar Arzeti.

Arzeti menambahkan, RSHS harus dikenakan sanksi tegas jika terbukti lalai dalam mengawasi dokter residen yang sedang menjalani pendidikan spesialis. Ia juga mendorong aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi mendalam guna mengungkap kemungkinan adanya korban lain dari tindakan Priguna.

"Penting untuk melakukan penelusuran secara menyeluruh agar tidak ada lagi korban yang tersembunyi," tegasnya.

Komisi IX DPR RI juga mendesak Kementerian Kesehatan untuk melakukan audit komprehensif terhadap seluruh rumah sakit pendidikan di Indonesia. Selain itu, mereka juga mendorong pembentukan tim inspeksi mendadak untuk menyelidiki potensi praktik kekerasan seksual di lingkungan rumah sakit.

"Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Kasus ini harus segera ditangani secara serius karena menyangkut keselamatan dan keamanan pasien," kata Arzeti.

Perkembangan Kasus

Polda Jawa Barat telah mengumumkan bahwa jumlah korban yang diduga menjadi korban Priguna bertambah menjadi tiga orang. Salah satu korban, berinisial FH (21), telah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian. Sementara dua korban lainnya masih menjalani perawatan di rumah sakit.

Modus operandi yang dilakukan Priguna adalah dengan membawa korban ke sebuah ruangan dengan alasan pemeriksaan darah untuk transfusi. Di ruangan tersebut, pelaku menyuntikkan cairan yang diduga obat bius hingga korban tidak sadarkan diri. Setelah sadar, korban merasakan sakit di beberapa bagian tubuh dan hasil visum menunjukkan adanya indikasi kekerasan seksual.

Pihak kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus ini, termasuk korban, keluarga korban, perawat, dan ahli. Priguna dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Daftar Tuntutan Komisi IX DPR RI:

  • RSHS harus bertanggung jawab atas kelalaian pengawasan.
  • Aparat penegak hukum melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap korban lain.
  • Kementerian Kesehatan melakukan audit menyeluruh terhadap rumah sakit pendidikan.
  • Pembentukan tim inspeksi mendadak untuk menyelidiki potensi kekerasan seksual di lingkungan rumah sakit.

Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh pihak terkait untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan di lingkungan rumah sakit. Pasien dan keluarga berhak mendapatkan rasa aman dan nyaman saat berada di fasilitas pelayanan kesehatan. Tindakan kekerasan seksual tidak dapat ditoleransi dan pelaku harus dihukum seberat-beratnya.

Penutup

Skandal kekerasan seksual di RSHS Bandung ini menjadi tamparan keras bagi dunia kesehatan Indonesia. Diperlukan tindakan nyata dan komprehensif untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Keamanan dan kenyamanan pasien harus menjadi prioritas utama, dan setiap pelanggaran harus ditindak tegas.