Dugaan Korupsi Pagar Laut Bekasi: Dua Mantan Kepala Desa Segara Jaya Ditetapkan Sebagai Tersangka

Skandal Pagar Laut Bekasi: Kakak Beradik Mantan Kepala Desa Jadi Tersangka

BEKASI - Kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan pagar laut di Perairan Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, memasuki babak baru. Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka, termasuk dua mantan Kepala Desa Segara Jaya yang merupakan kakak beradik.

Abdul Rosid Sargan, Kepala Desa Segara Jaya yang saat ini menjabat, dan Marjaya Sargan, mantan Kepala Desa Segara Jaya, kini harus berhadapan dengan proses hukum. Ironisnya, Marjaya saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bekasi sekaligus Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Bekasi.

Menurut Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Segara Jaya, Ari Lahagina, Abdul Rosid dan Marjaya adalah saudara kandung. Konfirmasi ini sekaligus memperjelas hubungan antara kedua tokoh yang kini terjerat kasus hukum yang sama. "Betul kakak adik," ungkap Ari saat ditemui di Kantor Desa Segara Jaya.

Keterlibatan Marjaya dalam kasus ini diduga terkait dengan praktik penyelewengan dalam pembuatan surat izin tanah selama masa jabatannya sebagai kepala desa. Polemik muncul seiring dengan pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). "Betul, karena pada saat pembuatan PTSL itu beliau di sini sebagai kepala desa," imbuh Ari.

Daftar Tersangka dalam Kasus Pagar Laut:

Selain Abdul Rosid dan Marjaya, Bareskrim Polri juga menetapkan tujuh tersangka lain dalam kasus ini. Mereka adalah:

  • JM (Kasi Pemerintahan)
  • Y (Staf Kepala Desa)
  • S (Staf Kecamatan)
  • AP (Ketua Tim Support PTSL)
  • GG (Petugas Ukur Tim Support)
  • MJ (Operator Komputer)
  • HS (Tenaga Pembantu di Tim Support Program PTSL)

Para tersangka diduga melakukan penyelewengan dalam proses pembuatan surat izin tanah di area proyek pagar laut Perairan Kampung Paljaya. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa Marjaya dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat junto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang perbuatan pemalsuan surat dan keterlibatan dalam tindak pidana.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat publik dan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam program strategis nasional seperti PTSL. Proses hukum terhadap para tersangka diharapkan dapat mengungkap secara jelas praktik korupsi yang terjadi dan memberikan efek jera bagi pelaku lainnya.