Diplomasi Nuklir Iran: Antara Harapan dan Keraguan dalam Perundingan Tidak Langsung dengan AS di Oman

Diplomasi Nuklir Iran: Antara Harapan dan Keraguan dalam Perundingan Tidak Langsung dengan AS di Oman

Upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran kembali bergulir dengan rencana pertemuan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat di Oman. Pertemuan yang dijadwalkan pada Sabtu, 12 April ini, mempertemukan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragchi dengan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Namun, di balik upaya diplomasi ini, tersembunyi berbagai tantangan dan perbedaan mendasar yang dapat menentukan arah perundingan, apakah menuju solusi atau kebuntuan.

Posisi yang Berseberangan

Iran, melalui Pemimpin Spiritual Ayatollah Khamenei, menegaskan kesiapannya untuk berunding dengan AS, namun menolak pertemuan langsung karena ketidakpercayaan. Presiden Iran, Massoud Pezeshkian, menekankan bahwa penolakan tersebut bukan berarti menolak investasi Amerika, melainkan menolak konspirasi dan kebijakan yang dianggap merugikan Iran. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menginginkan perundingan langsung untuk mencapai kesepakatan yang membatasi program nuklir Iran.

Perbedaan ekspektasi menjadi isu krusial. Iran berfokus pada program nuklir, sementara AS menginginkan pembatasan program nuklir dan rudal balistik, serta penghentian campur tangan Iran dalam politik regional. Pakar hubungan internasional Iran, Mostafa Najafi, menilai bahwa pendekatan "tekanan maksimal" dari AS tidak akan membuahkan hasil. Iran tidak akan bersedia menghentikan program nuklir dan rudal balistiknya sepenuhnya.

Sinyal Kontradiktif dan Contoh Libya

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, mengisyaratkan bahwa pertemuan di Oman lebih bersifat penyampaian pesan daripada negosiasi. AS menginginkan penghentian total program nuklir Iran, bahkan beberapa senator Republik seperti Tom Cotton mengusulkan pelucutan senjata secara menyeluruh seperti yang pernah dilakukan Libya di bawah Muammar al-Gaddafi pada tahun 2003. Libya meninggalkan program nuklirnya dan rencana pengembangan senjata pemusnah massal dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.

Namun, Iran memandang kasus Libya sebagai peringatan. Intervensi NATO dan penggulingan Gaddafi di tahun 2011 membuat Iran enggan mengikuti jejak Libya. Di sisi lain, Utusan Khusus AS, Steve Witkoff, mengisyaratkan pendekatan yang lebih diplomatis. Ia menyebutkan bahwa Presiden Trump mengusulkan program verifikasi untuk memastikan bahwa Iran tidak menggunakan bahan nuklir untuk tujuan militer.

Kekhawatiran Israel dan Jaminan Keamanan

Israel memandang program nuklir Iran sebagai ancaman eksistensial. Pakar Iran, Arman Mahmoudian, menekankan bahwa kesepakatan yang baik harus menjamin keamanan Israel. Iran secara resmi menyatakan bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai. Namun, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terus mengkhawatirkan peningkatan skala pengayaan uranium Iran.

Menteri Luar Negeri Iran, Seyed Abbas Araghchi, memperingatkan bahwa peningkatan tekanan dapat membuat Iran mempertimbangkan kembali pentingnya memiliki senjata nuklir. Meski memiliki teknologi untuk memproduksi senjata nuklir, Iran sejauh ini memutuskan untuk tidak melakukannya.

Pencabutan Sanksi dan Warisan Kesepakatan 2015

Pakar Iran, Mahmoudian, memperkirakan bahwa perundingan tidak akan mudah dan Iran mencurigai bahwa sanksi tidak akan dicabut. Iran menginginkan jaminan pencabutan sanksi secara permanen. Kesepakatan nuklir 2015, yang membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi, dibatalkan secara sepihak oleh Presiden Trump pada tahun 2018. Sebagai reaksinya, Iran mulai menjauhkan diri dari kesepakatan tersebut.

Prospek Diplomasi yang Tidak Pasti

Perundingan tidak langsung di Oman menjadi ujian penting bagi upaya diplomasi untuk mengatasi kebuntuan dalam isu nuklir Iran. Dengan perbedaan mendasar dalam ekspektasi, pendekatan yang kontradiktif, dan warisan ketidakpercayaan, jalan menuju solusi masih panjang dan penuh tantangan. Apakah perundingan ini akan membuka peluang baru atau justru berakhir dengan jalan buntu, waktu yang akan menjawab.

  • Pertemuan Tidak Langsung: Abbas Aragchi dan Steve Witkoff
  • Tempat Pertemuan: Oman
  • Tanggal Pertemuan: Sabtu, 12 April